Louis J. Hammann Ph.D.
Professor of Religion
Gettysburg College
May 15 1985
Published by :The Ahmadiyya Movement in Islam Inc.
2141 Leroy Place, N. W. Washington DC 20008
KATA PENGANTAR
Brosur ini terdiri dari apa yang disampaikan
oleh Profesor Louis J. Hammann pada Konferensi Tahunan American Academy of Religions
yang diselenggarakan di Canton Upper State New York dan pada seminar di Universitas
Pennsylvania, Philadelphia.
Profesor Hammann adalah seorang sarjana
terkemuka dalam ilmu perbandingan agama; saat ini ia adalah seorang pengajar
ilmu agama di Gettysburg College. Ia mendapatkan gelar sarjana dari universitas
Yale, Pennsylvania State dan Temple. Seorang anggota perkumpulan Kristen (anti
peperangan dan persumpahan) kolega dari Friend’s Meeting di Gettysburg
College. Ia juga bergabung dengan United Church of Christ (Persekutuan Gereja
Kristus).
Dalam mencari tahu mengenai Ahmadiyah,
pada tahun 1983 ia datang ke markas pusat internasional Jemaah Islam Ahmadiyah
di Qadian dan Rabwah. Ia telah mempelajari dengan seksama mengenai Ahmadiyah
dan pendirinya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad.
Ia telah mempelajari dengan mendalam dan
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan rumit dengan cara yang sangat gamblang. Hal
itu menunjukkan bahwa Tuhan telah memberikan ia kemampuan yang baik untuk menjelaskan
apa yang dipelajarinya. Itu adalah pekerjaan yang paling mengesankan yang pernah
ditulis dengan sikap netral, jujur dan adil oleh seseorang yang meneliti Ahmadiyah.
Sheikh Mubarak Ahmed
Amir and Rais-ut-Tabligh, USA
Washington, DC
July 10 1985
Pendahuluan
Ahmadiyah adalah, sebagaimana kita katakan,
suatu sekte messiah dalam Islam. Untuk menghindari apa yang saya sebut sebagai
"cold bath syndrome" saya akan buat kata pendahuluan dengan singkat.
Pendahuluan seperti ini mungkin dapat menghindari keterkejutan dan kebingungan
yang dapat mengantarkan kita kepada asingnya dunia Islam di abad sembilan belas.
Saya tidak memiliki gagasan berapa banyak
diantara para pembaca yang pernah mendengar tentang Jemaat Islam Ahmadiyah.
Kita akan lihat sedikit nanti dimana seorang Muslim yang shaleh, tinggal di
Punjab, pada tahun 1889 mendakwakan diri bahwa ia adalah Mahdi dan Al-Masih.
Ini adalah titik perhatian utama, dimana kita kembali ke tahun 1876 Mirza Ghulam
Ahmad mendapatkan wahyu ketika ia berusia 41 tahun, Saat yang dramatis itu,
seseorang dengan kepribadian yang shaleh telah meraih suatu taraf kesadaran
diri (self-realization). Sejak itu sampai waktu kewafatannya di tahun 1908,
Hz.Ahmad adalah seorang manusia dengan daya kenabian yang membawa pengikutnya
kepada apa yang dapat dirasakan sebagai kebangkitan kembali Islam.
Ahmadiyah adalah gerakan pertablighan
yang telah memiliki 10 juta pengikut mulai dari Indonesia dan Malaysia sampai
ke Pakistan dan Afrika tengah dan Afrika barat serta Amerika. Saat ini, struktur
organisasinya dipusatkan di Pakistan tengah, di kota Rabwah. Pemimpin gerakan
ini sekarang adalah yang ke empat setelah wafatnya Masih Mau’ud (Al-Masih
yang dijanjikan). Ia adalah Mirza Tahir Ahmad, salah satu cucu dari pendiri
Ahmadiyah. Di awal tahun 1985, Huzur – panggilan sayang bagi Mirza Tahir
Ahmad, pindah ke London sewaktu tekanan mulai mencapai puncaknya kepada Jemaat
Ahmadiyah di Pakistan.
Landasan hukum bagi siasat pemerintah
(untuk melakukan tekanan) adalah pertama kalinya dengan cara mengamandemen konstitusi
yang diumumkan secara resmi tahun 1974, yaitu menyatakan orang-orang Ahmadi
sebagai "non-Muslim". Baru-baru ini di bulan April tahun 1984, pemerintah
menetapkan suatu peraturan yang menyatakan bahwa kaum Ahmadi, dibawah ancaman
hukuman, dilarang, secara langsung atau tidak langsung, untuk menyebut diri
mereka sebagai Muslim atau menyebut mesjid sebagai tempat ibadahnya atau menggunakan
Azan sebagaimana kaum Muslim menggunakannya untuk tujuan panggilan sembahyang.
Kaum Ahmadi tidak boleh menyebarkan : dengan perkataan atau dengan menulis atau
dengan mengatas-namakan agama mereka dengan maksud untuk mengajak orang lain
(bergabung dengan Ahmadiyah). Mereka juga dilarang menggunakan istilah atau
sebutan seperti yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad atau ahlul bayt (keluarga)-nya
untuk anggota masyarakat Ahmadi atau untuk orang lain.
John Esposito telah mempersiapkan sebuah
buku berjudul Suara Kebangkitan Islam (Voices of Resurgent Islam). Buku ini
dan buku-buku lainnya bermaksud memperlihatkan Islam sebagai suatu agama dengan
energi baru dan sebagai suatu agama yang tidak lagi layak, jika itu pernah terjadi,
memberi gambaran klise dari kekerasan yang tidak masuk akal dari perampok ‘padang
pasir’. Sebagai pengganti dari penyederhanaan seperti itu, kita harus mencoba
untuk mengerti bahwa Islam paling tidak memiliki fenomena kerumitan yang sama
dengan agama Kristen. Agama yang berakar dalam Al-Quran dibungkus oleh penyederhanaan-penyederhanaan
seperti itu adalah jelas tidak tepat. Tetapi bagaimana kita mengubah pola pikiran
kita sebagai pengamat, ilmuwan dan pengajar dalam konteks ini untuk mampu memahami
keragaman pengalaman beragama yang mempersatukan komunitas manusia ? Kita harus
masuk ke dalam tradisi sejarah agama-agama, tapi kita juga harus membiasakan
diri kita kepada kenyataan yang sekarang ada pada mereka.
Ahmadiyah adalah, jika ini adalah motivasi
kita, layak untuk dicermati. Melalui Ahmadiyah kita mungkin lebih dekat kepada
Islam sebagai suatu fenomena sejarah dan sebagai kenyataan yang ada masa kini.
Ahmadiyah memiliki keuntungan karena terdokumentasi dengan baik. Para pengikutnya
berkeinginan dan mampu untuk menampilkan pergerakan ini sebagai suatu pengalaman
pribadi dan sebagai suatu yang bersejarah. Mereka juga diyakinkan oleh perintah
Al-Quran "bahwa tidak ada paksaan dalam beragama". Dalam Ahmadiyah
kita dapat menghargai keshalehan orang-orang Islam dan merasakan kelangsungan
hidup dari Islam sebagai suatu kekuatan besar dalam dunia modern ini.
Pergerakan Ahmadiyah dalam Islam
Sebagaimana kita ketahui, pertengahan
abad 19 masehi adalah masa bergaungnya keilmuan dan bergejolaknya kehidupan
beragama. Ilmu pengetahuan alam dan sosial dimasak pada alat pembakar terdepan.
Pada alat pembakar belakang, ketel dari tradisi agama-agama besar mulai mendidih.
Disamping perumpamaan tersebut, adanya
transisi di abad 19 kepada keajaiban perubahan-perubahan dan kengerian akan
abad 20 ditandai dengan pembaharuan-pembaharuan gerakan dan lahirnya kaum beragama
diseluruh dunia. Bergeloranya pandangan-pandangan akan masa depan (nubuatan)
dan pemulihan kisah-kisah sejarah Kristen di dunia Barat telah dikenal dengan
baik. Apa yang mungkin tidak diketahui dengan baik adalah kenyataan bahwa dunia
Islam juga melihat gerakan-gerakan itu yang mana Al-Quran dan nubuatan-nubuatan
tertulis lainnya membawa kepada pemenuhan nubuatan itu.
Keyakinan itu telah tersebar luas mendekati
lintas sejarah karir kemanusiaan. Pendekatan ini, tentu saja telah diduga. Bagaimanapun
juga seseorang mungkin membenarkan keyakinan itu bahwa suatu lintasan peristiwa
sedang dibuat, apakah dengan analisa sejarah atau penafsiran pandangan-pandangan
nubuatan, tidak terelakkan lagi.
Kita tidak dapat dan tidak perlu memutuskan
dilema ini, apakah itu adalah suatu proses sejarah, campur-tangan Tuhan atau
suatu kesepakatan rahasia dari dua penilaian yang membawa dunia kepada suatu
kemelut. Rupanya, keyakinan yang tersebar luas dalam lingkaran tradisi keagamaan
itu, dengan adanya zaman baru dari transformasi keilmuan, sosial dan politik
juga disertai dengan penurunan nilai-nilai moral dan spiritual.
Dewa Molokh di zaman baru industri dan
ilmu pengetahuan ini adalah meminta manusia untuk mengorbankan hubungan-hubungan
ketuhanan yang ada demi kesejahteraan dan kebangsaannya. Sebagaimana pandangan-pandangan
yang membawa seorang manusia dalam masyarakat sekuler, desakan keagamaan di
banyak bidang mencoba untuk bertahan. Hubungan perniagaan dan hubungan antar
manusia telah merebut tempat persekutuan (komuni) yang dilakukan dengan Tuhan.
Tidak hanya dunia yang berubah namun perubahan adalah merubah trend (kecenderungan),
lamanya menggerakkan peradaban dan budaya yang tak lagi dapat menahan tekanan
peristiwa melebihi kemampuan adanya pilihan-pilihan perlindungan dan pemeliharaan
keagamaan, tidak lagi dapat efektif. Sebagaimana zaman baru telah terbit, akankah
cahaya tetap bersinar dalam dunia yang tak bertuhan yang telah mengorbankan
kebaktian dan keshalehan kepada Tuhan untuk proses yang rasional dan kemajuan
materi ? Ada banyak yang tidak dapat memiliki kemungkinan itu.
Saya pikir, bagaimanapun juga, hal itu
bukanlah suatu kecenderungan negatif yang menggerakkan Mirza Ghulam Ahmad kepada
ramalannya. Adalah sama ragu-ragunya (bagi kita) bahwa Hazrat Ahmad hanya didorong
oleh penilaian kritis dari peristiwa-peristiwa duniawi untuk menyatakan dirinya
bahwa ia adalah seorang Mahdi di zaman ini. Begitulah, ia bukan seorang pembicara
terkenal tentang malapetaka karena adanya suatu tekanan perasaan (depresi),
juga ia tidak mengkhayalkan arti wahyu seperti cara para wartawan (atau bahkan
para sejarahwan) yang mencatat kecenderungan-kecenderungan (trends) yang ada
sekarang di halaman-halaman opini pada surat kabar kita. Dari pandangannya dan
darinya ia mendirikan pergerakan ini, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menjawabnya
berdasarkan wahyu. Ia adalah seorang yang sangat shaleh. Nubuatan serta ucapannya
(tidak hanya) terlihat sebagai ungkapan jiwa yang bersentuhan dengan trend dan
peristiwa-peristiwa masa kini, namun lebih kepada ungkapan jiwa dalam persekutuan
(komuni) dengan Tuhan yang hidup.
Dalam cita rasa ilmiah, kita kelihatannya
mencari suatu keadaan yang mendasari perilaku seseorang. Dan selama lebih dari
100 tahun terakhir, para sarjana mencari-cari akar psikologis dari pengalaman
beragama. Namun ada juga klaim yang dibuat dalam lingkaran gerakan keagamaan
tertentu yang mungkin membawa kepada tidak adanya prasangka.
Apa yang Hazrat Ahmad maksud mengenai
dirinya dan apa yang dimaksud oleh para pengikutnya tentang dirinya adalah cukup
jelas. Perkiraannya mengenai rendahnya tingkat keshalehan dan kepercayaan kaum
Muslim sebagai suatu penilaian tidaklah sesederhana itu pada kondisi sekarang
bagi seorang peneliti yang peka. Pendakwaannya sebagai seorang nabi di akhir
zaman ini terlihat tidak hanya psikologi khusus saja. Ia lebih merasa atau mengetahui
dalam lubuk-lubuk hatinya bahwa ia "mendapatkan kedekatan yang sempurna
dengan Tuhan Yang Maha Perkasa". Tidak dapat disangkal adanya landasan
wahyu dari pengetahuan atas dirinya sendiri ini. Keyakinan atas kebenaran wahyu
selalu merupakan landasan kekuatan bagi Ahmadiyah dan pada kesempatan yang sama
sikap permusuhan ditampilkan kepada gerakan ini oleh para mullah (kyai) Islam
ortodoks.
Namun mungkin kita harus kembali pada
permulaan gerakan Ahmadiyah dalam Islam agar mendapat beberapa sentuhan asli
yang dinamis yang telah memberikan rangsangan yang khas selama 100 tahun terakhir
ini bagi 10 juta orang yang berasal dari daerah Dar al Islam (Negara Islam).
Pendiri Ahmadiyah lahir disebuah kota
kecil di Punjab pada tahun 1835, di kota Qadian yang berjarak tidak lebih dari
30 atau 40 mil sebelah timur kota Amritsar, dimana terletak kuil emas kaum Sikh
yang pada pertengahan tahun 1984 menjadi pusat perhatian dunia. Disana lahir
Mirza Ghulam Ahmad, disebuah daerah dimana tradisi-tradisi agama kuno dan baru
hidup dalam kebersamaan yang rapuh. Andrew Jackson adalah presiden Amerika Serikat,
Joseph Smith dua tahun sebelumnya telah mendirikan Gereja Latter-day Saints.
Louis Phillipe merupakan pemerintahan monarki dari Perancis. Dua tahun setelah
kelahiran Ahmad, Victoria menjadi Ratu Inggris dalam usia 18 tahun. Chopin mencapai
kejayaan dari karirnya. Dan hanya setahun sebelumnya, Friedrich Schleiermacher
meninggal dunia.
Bagaimanapun, sampai umur 41 tahun (1876)
Hazrat Ahmad mulai menerima banyak wahyu yang akan membawanya kepada keyakinan/kepastian
bahwa didalam pribadinya telah genap datangnya Mahdi. "Setelahnya",
sebagaimana kata Zafrullah Khan, "telah diwahyukan kepadanya bahwa ia juga
adalah Al-Masih yang dijanjikan dan benar-benar seorang Nabi yang datang seperti
yang telah dikabarkan dalam agama-agama utama di dunia". Ia adalah "Juara
yang berasal dari Tuhan dengan jubah pakaian semua para Nabi".
Sejak pendakwaannya bahwa ia adalah Al-Masih
yang dijanjikan sampai kewafatannya pada tanggal 26 Mei 1908, aktivitas kenabiannya
tidaklah surut. Ia memimpin Jemaat Ahmadiyah yang pengikutnya mencapai ribuan
orang. Selama di tahun-tahun awal gerakan Ahmadiyah, ia sendiri senantiasa tampil
memimpin dalam pertandingan (perdebatan) dengan para pemimpin agama dan para
pendakwa juru selamat yang membangkitkan rasa kepercayaan dirinya dengan bijaksana.
Para penentang dan lawan-lawannya mulai dari para pemimpin Arya Samaj (Hindu)
sampai pendeta Kristen di India dan di Amerika Serikat. Melalui semua konflik
pribadi yang diembannya sebagai pemenuhan pendakwaan kenabiannya, ia terus membawa
perintah-perintah wahyu yang tujuannya adalah kepada kemajuan Islam dalam zaman
baru yang sedang tampil didepan.
Semua energi kemanusiaannya, sebagaimana
dipercayai para pengikutnya, difokuskan kepada satu sebab bahwa kebangkitan
Islam ini adalah genapnya pemenuhan ruhani dari semua agama-agama dunia. Namun
ia bukanlah pembawa amanat yang netral. Peranannya adalah disengaja dibawah
kesadaran akan rencana Tuhan. Tidak hanya memberitahukan terpenuhinya nubuatan
(para nabi), namun lebih kepada takdirnya adalah untuk mewujudkan proses sejarah
ketuhanan. Diantara banyak pernyataan Hazrat Ahmad yang membuktikan kepastian
akan peranannya adalah: …"Adalah jelas bagiku berdasarkan wahyu Tuhan
bahwa Al-Masih yang kedatangannya telah dijanjikan diantara orang Islam sejak
awal, dan Mahdi yang kedatangannya telah ditetapkan Tuhan disaat merosotnya
Islam dan tersebarnya kekeliruan, dan akan dibimbing secara langsung oleh Tuhan,
dan mengajak orang turut ambil bagian dalam perjamuan surgawi, dan kedatangannya
telah dikabarkan oleh Nabi Suci saw seribu tiga ratus tahun yang lalu, adalah
aku sendiri. Wahyu Tuhan akan soal ini telah diberikan kepadaku dengan sangat
terang dan terus menerus sehingga tidak lagi tersisa ruang bagi keraguan. Wahyu
itu penuh dengan genapnya nubuatan-nubuatan agung yang benderang seterang siangnya
hari. Seringnya (wahyu) dan jumlahnya serta kekuatan yang menakjubkan memaksa
aku untuk mengakui bahwa itu terdiri dari perkataan-perkataan yang berasal dari
Tuhan Yang Esa tanpa sekutu bagi-Nya, Sang Pemilik Kalam Al-Quran. Agar mendapatkan
ridha Allah, aku dengan ini memberitahu kamu semua pentingnya kenyataan bahwa
Tuhan Yang Maha Perkasa, diawal abad ke 14 ini, memilih aku yang berasal dari-Nya
bagi kebangkitan dan pendukung kebenaran ajaran Islam".
Penulis telah diberitahu bahwa ia adalah
pembaharu (mujadid) zaman ini dan ketinggian ruhaninya memiliki kesamaan dengan
ketinggian ruhani Yesus, putera Maria, dan keduanya saling berhubungan satu
dengan lainnya dan memiliki kemiripan satu dengan lainnya.
Dan akhirnya :
"Pertanyaan yang tersisa siapakah
Imam zaman ini haruslah, berdasarkan Perintah Ilahi, ditaati oleh seluruh kaum
Islam, shaleh, penerima wahyu dan kasyaf. Tidak ada keraguan padaku untuk mengakui
bahwa akulah Imam zaman ini".
Bagaimanapun juga, ia sangat seksama dalam
melukiskan misinya : "Tapi aku adalah seorang Rasul dan seorang Nabi tanpa
syariat baru dalam beberapa hal Tuhan mewahyukan padaku apa yang tersembunyi,
dan karena kelemah-lembutan yang telah dilimpahkan kepadaku karena ketaatanku
kepada Nabi Muhammad saw, dan karena mendapatkan namanya".
Ia berkali-kail tetap bertahan dengan
pendapatnya bahwa Meterai Kenabian (khaatamul-anbiyya) tetap terpelihara. Ia
adalah bagi Muhammad (nabi pembawa syariat yang memiliki Kitab) sebagaimana
Yesus bagi Musa (yang memiliki hukum kuno, messias telah datang tidak untuk
membatalkan, tetapi hanya menggenapkan). Ini adalah penting, kemudian untuk
menghargai ketulusan Ahmadiyah adalah mencatat apa yang Ahmad tidak dakwakan.
Musuh-musuhnya, bagaimanapun juga biasanya tidak berkeinginan menjadi sangat
diskriminatif. Menurut mereka, pendakwaannya membahayakan pandangan yang ada
mengenai akhir dari kenabian Muhammad. Hal itu mungkin terlihat sangat baik,
namun pendakwaan Ahmad hanya untuk menjadi penafsir pesan Al-Quran yang terilhami
dan pembawa pesan lahirnya kembali serta pembaharuan atas satu agama yang hakiki:
"Bagi umat manusia tidak ada kitab lain kecuali Al-Quran, dan bagi bani
Adam, tidak ada Utusan (Rasul) dan perantara lain kecuali Muhammad, yang terpilih
saw". Ahmad adalah seorang nabi, bukan Nabi (pembawa syariat), Al-Quran
(tidak ada Quran lain), Kitab (tidak ada kitab suci lain), (juga) bukan sebuah
buku diantara banyak (buku), Islam agama asli yang dipulihkan oleh sokongan
Ahmad.
Masih banyaknya kaum Muslim yang merasa
gusar dan terhina, alasannya tidak diragukan lagi adanya kekolotan yang wajar
atas keimanan, dan nampaknya akibat dari hal tersebut adalah keinginan untuk
menyalah-artikan nubuatan-nubuatannya yang penuh dengan retorika. Pada kaum
Kristen juga ditemukan alasan-alasan (yang serupa) untuk diserang. Paradoks
besar orang Kristen dirasakan ada di Punjab sama halnya (paradoks) itu ada pada
berbagai peristiwa lain yang bahkan lebih dari kesuburan tanah : pengharapan
datangnya Yesus kedua kalinya menambah suburnya penyebaran agama Kristen, sementara
kenyataan adanya kemungkinan kembalinya (Yesus) terancam dengan berkurangnya
semangat yang membara akan keyakinan itu. Rupanya sesuatu dirasakan lebih penting
dengan menunggu datangnya seorang tamu daripada berbicara dengan tamu yang sekali
datang ke ruang tamu anda. Demikianlah dengan Hazrat Ahmad. Namun kita mungkin
mengerti kritikannya, dengan adanya cara pendakwaan yang rumit.
Tidak hanya dia akui bahwa ia memiliki
"kesamaan yang khas dengan Yesus" namun pada sisi negatifnya, ia telah
diutus …"bahwa aku akan melumpuhkan doktrin salib. Untuk itulah aku
telah diutus," ia melanjutkan, "untuk memecahkan salib dan membunuh
babi."
"Syrik"-nya kaum Kristen membawa
mereka kepada suatu penafsiran yang aneh mengenai penyaliban. Anggapan terhadap
eksekusi (penyaliban) Yesus telah diartikan sebagai suatu pengorbanan dirinya-sendiri
untuk penebusan – Sebenarnya Tuhan membayar dirinya-sendiri bagi suatu
penebusan agar ciptaannya memikat dengan (memiliki) kerajaan-kerajaan dan kekuatan-kekuatan
atas dunia ini. Bagi kebanyakan kaum Muslim gagasan itu mungkin tidak dapat
dipahami; bagi orang Ahmadi gagasan itu menjadi benar-benar suatu laknat. Sebagai
pengganti dari khayalan keagamaan itu, Ahmad menawarkan suatu skenario yang
kelihatannya lebih – kemungkinan lebih, karena disana buktinya dirasakan
dapat diuji untuk suatu alternatif.
Di negeri Kashmir, di ibu kota Srinagar,
sebuah kuburan telah ditemukan, melindungi jenazah dari seorang nabi kuno yang
dikenal sebagai Yus Asaf. Ketika anggapan atas legenda ini bertemu dengan nubuatan
Al-Kitab dan dengan membaca Injil-Injil secara teliti, kisah tradisional pasca
penyaliban berubah secara radikal. Untuk memenuhi nubuatan bahwa messias harus
mengajarkan "domba Israel yang hilang," Yesus pulih dari luka parah
akibat penyaliban, pergi berpindah tempat ke arah Timur kepada domba-domba Afghan
yang kesasar dan kepada suku-suku di deretan sebelah Utara India-Pakistan dimana
tinggal suku-suku pengembara (nomad) yang sampai dengan hari ini budaya, agama
dan sifat khas ras-nya terbuat dari bangsa Semit asli adalah merupakan sebab
yang dapat diterima seluruhnya. Disana "Yus Asaf" menikah, melanjutkan
pekerjaan kenabiannya, menjadi orang tua dan wafat dalam usia 120 tahun.
Keturunannya sampai generasi ke 65 masih
tinggal di daerah sekitar makamnya. Dengan demikian Hazrat Ahmad telah "melumpuhkan
doktrin salib" dan selanjutnya lebih memperbaiki pekerjaan Islam tradisional
mengenai Yesus, putera Maryam. Kenyataan-kenyataan dan argumentasi-argumentasi
yang disusun oleh Ahmad dalam bukunya Al-Masih di India, menjadi dan merupakan
kisah terhindarnya Yesus dari kematian diatas salib serta perjalanannya ke India.
Kata-kata pembukaannya dalam buku itu
adalah layak dicatat sebagai petunjuk atas motivasi serta pernyataannya : "Aku
menulis buku ini dengan maksud untuk menjauhkan pandangan-pandangan yang keliru
dan berbahaya tentang kehidupan awal dan kehidupan akhir nabi Isa as –
yang sudah ada di kebanyakan golongan Islam dan Kristen – dengan mengemukakan
fakta-fakta yang benar, kesaksian-kesaksian sejarah yang meyakinkan dan yang
telah terbukti, serta naskah-naskah kuno umat non-Muslim lainnya. Yakni, pandangan-pandangan
yang dampak-dampak mengerikannya itu tidak hanya menghambat serta menghancurkan
konsep Tauhid Ilahi, melainkan pengaruhnya yang sangat buruk dan beracun sedang
tampak menggerogoti keadaan akhlak umat Islam di negeri ini".
Jadi, pesan dari pendiri Ahmadiyah menjadikan
suatu perubahan serius dari ajaran Gereja sama halnya dengan suatu perbaikan
atas pengertian Yesus bagi kaum ortodoks Islam.
Masih ada tantangan lain yang diajukan
oleh Ahmad dan pengikutnya kepada pandangan ortodoks. Masih Mau’ud melarang
jihad terhadap pemerintah Inggris. Beberapa menuduhnya memiliki motif untuk
kepentingannya sendiri, meskipun perintah yang ada berlawanan dengan jihad dalam
kasus tertentu memperlihatkan sikap pengecut secara umum dan kurangnya gairah
terhadap Islam. Seperti biasanya suatu kasus, bagaimanapun juga, motif-motif
yang sebenarnya berbeda dan didasarkan atas wahyu ketimbang perhitungan-perhitungan
politis. Hazrat Ahmad menjelaskan larangan terhadap jihad dengan cara sebagai
berikut : "Singkatnya, dijaman Rasulullah saw, landasan jihad Islam adalah
bahwa kemurkaan Tuhan telah bangkit kepada kaum yang zalim. Akan tetapi hidup
dibawah pemerintahan yang baik/ramah, seperti pemerintahan ratu kita, adalah
bukan jihad namanya untuk membuat rencana pemberontakan terhadapnya melainkan
suatu gagasan biadab yang lahir dari suatu kebodohan".
Ia selanjutnya menyatakan, dalam nuansa
bahasa yang didorong oleh misinya : "Jihad zaman ini adalah berjuang untuk
meninggikan kalimat Islam, untuk menyanggah keberatan-keberatan pihak lawan,
untuk mempropagandakan keistimewaan-keistimewaan ajaran Islam dan untuk menyatakan
kebenaran Rasulullah saw di seluruh dunia. Ini adalah Jihad sampai Tuhan Yang
Maha Besar mendatangkan suasana lain didunia ini. Semangat jihad dengan senjata
kemudian dapat dialihkan jadi "Jihad Akbar", atau berjuang melawan
hawa nafsu, menuju kepada disiplin ruhani yang akan memungkinkan masyarakat
meraih ridha Tuhan, bangkitnya kembali Islam".
Baiklah, mari kita teruskan. Namun tidak
ada waktu yang cukup bagi kita dalam suatu karangan singkat, bahkan untuk suatu
pengenalan saja. Kemungkinan motif dan kekuatan gerakan Ahmadiyah dalam Islam
dapat dipahami dari satu pernyataan akhir Masih Mau’ud. Sehubungan dengan
janji setia dari para pengikutnya, ia bersabda :
"Hendaknya diketahui oleh semua orang
yang berhati tulus yang telah mengambil janji Ba’iat bahwa tujuan dari
perjanjian ini adalah dinginnya kecintaan kepada dunia dan dalam hati sanubari
harus tumbuh kecintaan kepada Tuhan dan Rasulullah dan jiwa dijauhkan dari dunia
ini sehingga tidak timbul keraguan untuk perjalanan selanjutnya".
Al-Quran menyatakan, "Tidak ada paksaan
dalam agama". Siapa saja yang secara sukarela mengambil perjanjian dengan
nabi-nya Nabi (saw), Islam tetap menjadi agama yang masa depannya dapat dicapai.
Masih sanggahannya Hazrat Ahmad, "Ini bukanlah suatu ungkapan baru".
Mahdi tidak menganggap untuk mengganti kedudukan mulia setiap nabi, misinya
adalah hanya mengembalikan keimanan sejati dan kemurnian serta pengertian hakiki
tentang Tuhan yang mana telah, sedang dan akan menjadi agama yaitu Islam.
Apapun yang muncul diluar Gerakan ini,
didalam Jemaat Ahmadiyah para pengikutnya dapat menyatakan dengan kesadaran
penuh mengenai diri mereka dan pendirinya.
Satu kalimat terakhir, untuk menghilangkan
dugaan mengenai nama Gerakan ini adalah suatu penghormatan kepada egotisme Masih
Mau’ud. Kenapa gerakan ini asalnya dinamakan Gerakan Ahmadiyah dalam Islam
? Perkataan Masih Mau’ud :
"Nama yang tepat untuk Gerakan ini
dan yang mana kami lebih menyukai menyebut bagi diri kami adalah Muslim sekte
Ahmadiyah. Kami telah memilih nama ini karena Rasulullah saw memiliki dua nama.
Muhammad dan Ahmad; Muhammad adalah nama sifat keagungan dan Ahmad adalah nama
sifat keindahannya … Tuhan telah mengatur kehidupan Rasulullah saw, kehidupannya
di Mekkah sebagai manifestasi dari nama Ahmad dan kaum Islam telah diajarkan
kesabaran dan ketabahan. Kehidupannya di Medinah sebagai manifestasi dari nama
Muhammad, dan Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya menetapkan untuk menghukum musuh-musuhnya.
Namun ada suatu nubuatan bahwa nama Ahmad akan dimanifestasikan kembali di akhir
zaman dan orang itu akan muncul dengan menyandang kualitas keindahan sebagai
karakter Ahmad dan semua peperangan akan berakhir. Untuk alasan inilah telah
dipertimbangkan dengan baik bahwa nama untuk sekte ini sebaiknya Ahmadiyah,
sehingga tiap orang yang mendengar nama ini menyadari bahwa sekte ini telah
datang untuk menyebar kedamaian serta keamanan dan tidak akan berhubungan dengan
perang dan perkelahian".
Adalah benar-benar ironis bahwa suatu
Gerakan yang menganjurkan perdamaian diantara kaum beragama dan, tentu saja,
adalah arti dari nama agama Islam, harus dihilangkan kebebasannya dalam beribadah
dan kepercayaannya serta misinya dinegara asalnya dan diberbagai tempat lainnya
dalam dunia Islam. Adalah juga sejarah yang mengenaskan bahwa ajaran perdamaian
ini harus dipisahkan dari Islam itu sendiri.
Gettysburg College.
from : http://www.alislam.org/indonesia/ahmadiyyat.html
0 komentar:
Posting Komentar