Semoga Allah Ta’ala memberi
akal sehat dan kemampuan kepada para penentang Hadhrat Masih Mau’ud as agar
memahami pesan tabligh ini. Semoga Allah Ta’ala
melindungi semua orang Ahmadi di semua tempat dan menganugerahi kita taufik
untuk bersimpuh kepada-Nya dan berdoa sebanyak-banyaknya.
Pada hari ini setelah shalat saya akan memimpin shalat jenazah gaib yang
ditujukan kepada; pertama adalah jenazah Maryam Khatun Sahibah istri Mukarram
Muhammad Dzikri dari Cobaarah wilayah Layya. Beliau disyahidkan di Pakistan
pada tanggal 5 Desember 2011 waktu sore sekitar jam 5; beberapa orang bukan
Ahmadi menyerang sebuah keluarga Jemaat Ahmadiyah Cobaarah wilayah Layya yang
mengakibatkan kewafatan beliau di
tempat. إنا لله وإنا وإليه راجعون ‘inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun’ – “Sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kita akan
kembali.” Yakni, yang syahid ini seorang wanita. Rumahnya bersebelahan dengan
rumah muballigh. Di komplek itu juga tinggal beberapa keluarga Ahmadi lainnya. Beberapa
tahun sebelumnya di tempat itu pihak penentang membeli tanah secara
bersama-sama dan setelah itu melalui kerjasama dengan departemen keuangan
membatalkan dan mentransfer (memindahkan) kepemilikan tanah-tanah keluarga
almarhumah. Di muka pengadilan juga diadakan hearing (dengar pendapat). Sebelumnya pihak penentang telah menyerang
untuk menduduki lahan namun tidak dapat berhasil.
Pada hari kejadian sekelompok orang itu berupaya memiliki (menduduki)
areal tanah lalu karena dilarang (dihalangi) kemudian memukuli (menimpuki)
almarhumah dengan batu bata berdasarkan laporan post mortem (laporan setelah kematian) almarhumah diserang
berulang-ulang dengan suatu benda keras; ini menyebabkan luka yang sangat parah
bagi beliau dan beliau melepaskan nyawa (wafat) di tempat. Penentangan mereka
adalah karena Ahmadiyah (karena keyakinan/keimanan almarhumah dan keluarga
terhadap Ahmadiyah). Dua saudari dari suaminya juga terluka namun kondisinya
sekarang sudah melegakan (sudah cukup baik). Almarhumah berusia 25-26 tahun.
Seluruh keluarganya dari sisi ekonomi adalah para zamindaar (tuan tanah, memiliki tanah yang luas) yang sibuk dalam
bidang pertanian. Kakek mertua almarhumah tatkala membeli tanah di komplek itu,
sebagian dari tanahnya yang berdekatan dengan masjid diberikan kepada Jemaat
dan sekarang telah dibangun diatasnya Murabbi
House (rumah muballigh). Pihak penentang sudah dalam waktu yang cukup lama
berupaya merampasnya dan mengajukan tuntutan sampai ke high court (pengadilan tinggi). Di pengadilan tinggi mereka tidak
mendapatkan hasil yang setelahnya mereka berupaya merubah dokumen-dokumen dan
di sana hal seperti ini di Pakistan menjadi suatu cara (yang biasa terjadi)
bekerjasama (dengan oknum pemerintah) menyuruh merubah data-data dokumen
menjadi nama sendiri juga dapat dilakukan. Akan tetapi, pengadilan juga masih
dalam proses sampai sekarang (belum ada sidang apalagi vonis, keputusan
pengadilan). Sebab, cukup menegangkan. Oleh karena itu tatkala Jemaat
melaporkan kepada DPO (kepala polisi) maka dengan kata-kata yang jelas DPO
membuat helah (mencari-cari alasan), “Saya tidak bisa marah kepada pihak
penentang (penyerangan ini bisa dimaklumi).” Walhasil, setelah kewafatan Khatun
shahibah, kerabat Jemaat memakamkan beliau di tempat bernama Syer Garh, daerah
Layyah. Seperti telah menjadi kebiasaan (di Pakistan), penjahat yang
mensyahidkan almarhum dapat melarikan diri dengan bantuan polisi. Almarhumah
meninggalkan seorang suami dan 3 anak kecil. Anak paling besar laki-laki
berumur 9 tahun, lalu anak perempuan berusia 6 tahun 6 bulan, dan seorang anak
laki-laki berusia 5 setengah tahun.
Sumber : Mln Dildaar Ahmad dartono (dilyani@gmail.com)
0 komentar:
Posting Komentar