Kamis, 26 Januari 2012 | 23:19 WIB
Pernyataan Suryadharma Ali, yang
memojokkan aliran Syiah, sungguh disesalkan. Seharusnya dipahami,
sebagai Menteri Agama ia mewakili pemerintah, dan bukannya suara atau
kepentingan Partai Persatuan Pembangunan yang dipimpinnya. Sikap yang
tak bijak ini hanya akan merusak kebebasan beragama.
Menteri Agama mengatakan bahwa pemerintah sejauh ini menganggap
Syiah bukan bagian dari Islam. Dasarnya, menurut dia, Surat Keputusan
Bersama Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Ia juga
mengatakan Rapat Kerja Nasional MUI 1984 merekomendasikan umat Islam
agar waspada terhadap paham Syiah.
Ucapan seperti itu hanya akan membuat konflik dalam kehidupan
beragama memanas lagi. Padahal, sebagai pejabat publik, semestinya ia
berupaya menjaga kerukunan beragama. Ia seharusnya justru mengutuk keras
pembakaran rumah penganut Syiah di Sampang, Madura, beberapa waktu
lalu. Apalagi para penganut aliran ini sampai diusir dari tempat tinggal
mereka.
Pak Menteri juga terlihat bersikap plinplan lantaran beberapa
hari sebelumnya ia mengatakan Syiah masih dalam koridor Islam. Bahkan
Wakil Menteri Agama Nazaruddin Umar mengatakan Syiah tidak menyimpang
dari ajaran Islam. Ia juga mengatakan, di negara-negara Islam lain,
Syiah diakui dan tidak mendapat penolakan.
Sikap yang tak tegas itu tentu akan membikin bingung masyarakat.
Orang pun akan bertanya-tanya, kenapa Menteri Agama selalu merujuk pada
pendapat MUI. Bukankah seharusnya ia bersikap atas nama pemerintah,
bahkan negara ini? Pedoman yang seharusnya dipegang oleh Menteri Agama
pun jelas, yakni konstitusi. Pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945
jelas dinyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya itu.
Kebebasan memeluk agama dan meyakini kepercayaan itu ditegaskan
pula dalam Pasal 28-E dan 28-I UUD 1945. Bahkan dinyatakan bahwa
beragama termasuk hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apa pun.
Bukan hanya dalam soal konflik Syiah-Sunni, Suryadharma bersikap
aneh. Sikap serupa ia perlihatkan dalam menghadapi kasus pelarangan
beribadah jemaat Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Bogor. Menteri Agama
mengatakan pihaknya angkat tangan lantaran masalah ini lebih bersifat
administratif, yakni menyangkut izin mendirikan bangunan. Ia malah
menyarankan agar jemaat gereja ini mengalah.
Suryadharma seharusnya memahami kisruh GKI Yasmin bukan lagi soal
tidak adanya izin mendirikan gereja. Untuk soal ini, Mahkamah Agung dan
Ombudsman RI sudah memutuskan bahwa IMB GKI Yasmin sah. Jadi masalahnya
adalah adanya aksi sepihak dari umat lain yang tak menginginkan gereja
tersebut berdiri di sana. Karena itu, penyelesaian kisruh yang telah
berlangsung selama tiga tahun ini jelas menjadi tanggung jawab
Suryadharma.
Sikap sekaligus pandangan Suryadharma yang cenderung bertentangan
dengan konstitusi itu amat tak wajar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
mesti menegurnya, bahkan jika perlu mencopotnya, karena sikap itu hanya
akan menghancurkan kerukunan umat beragama.
Sumber: http://www.tempo.co/read/opiniKT/2012/01/27/1751/Sikap-Berbahaya-Menteri-Agama
Sumber: http://www.tempo.co/read/opiniKT/2012/01/27/1751/Sikap-Berbahaya-Menteri-Agama
0 komentar:
Posting Komentar