Minggu, 12 Februari 2012

PIDATO MLN USMAN ANAS PADA JALSAH SALANAH BALI-NUSRA TANGGAL 10-12 FEBRUARI 2012 (bag II)


RASULULLOHSAW SEBAGAI KHOOTAMANNABIYYIIN

Dari asbabunnuzul/ yang melatarbelakangi turunnya ayat surah alAhzab ayat 40 di atas, teranglah sudah bahwa turunnya ayat Khotamannabiyyin/surah alAhzab ayat 40 adalah sebagai penolakan atau pembelaan dari pihak Alloh swt sendiri terhadap tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh kaum kafir Mekah atau musuh-musuh beliau dan juga musuh-musuh Islam yang bermaksud melecehkan pribadi suci Rsululloh saw karena pernikahan beliau dengan mantan istri Hz. Zaid bin Haritsah yang merupakan anak angkat beliau sendiri. Mereka juga menuduh Rasululloh saw sebagai pribadi yang moralnya rendah (na’udzubillahi min dzalik) karena beliau telah melakukan sesuatu yang mereka sendiri tabu untuk melakukannya karena adat bangsa Arab waktu itu tidak membolehkannya. Demikian pula karena mereka menyaksikan bahwa putra laki-laki rasululloh meninggal semuanya pada masa kanak-kanak, maka dengan sendirinya setelah kewafatan Rasululloh saw Islam  akan hancur dan punah. Untuk itu mereka sangat bergembira dan menertawakan nasib yang akan dialami oleh Rasululloh dan agama Islam yang beliau bawa. Namun Alloh swt tidak membiarkan mereka bergembira dan menertawakan terlalu lama yang pada akhirnya turunlah ayat surah alAhzab ayat 40 di atas sebagai jawaban atas penghinaan dan pelecehan mereka terhadap Rasululloh sekaligus Alloh menghabarkan kepada para sahabat dan orang-orang beriman akan kemuliaan dan martabat Rasululloh saw yang begitu tinggi di sisi Alloh swt.
Pada hakikatnya Rasululloh saw menikahi Siti Zainab ra adalah semata-mata karena perintah dari Alloh swt untuk memenuhi setidak-tidaknya 2 misi utama yang dikehendaki Alloh swt. Untuk terjadinya perubahan di kalangan bangsa Arab saat itu yang sudah berurat berakar dan membudaya :
1.  Merombak sampai ke akar-akar tradisi dan adat-istiadat yang sudah membudaya selama beratus ratus tahun bahwa anak angkat sama dengan anak kandung yang memiliki hak waris seperti anak kandung sendiri.
2.  Supaya orang-orang yang sejak semula memiliki rasa permusuhan dan penentangan kepada Islam dan Rasululloh saw semakin nampak menjadi-jadi dalam permusuhannya sehingga ketetapan Alloh bagi para penentangnya segera diberlakukan.
Seperti apakah pembelaan Alloh swt kepada RasulNya yang termulia dalam bentuk penolakan terhadap tuduhan-tuduhan rendah musuh-musuh beliau?
Marilah kita sama-sama memperhatikan sekali lagi ayat surah alAhzab ayat 40 di atas sbb:
“MAA KAANA MUHAMMADUN ABAA AHADIM MIRRIJAALIKUM WALAAKIR ROSUULALLOOHI WA KHOOTAMANNABIYYIIN”,
Muhammad itu bukanlah bapak salah sorang diantara kamu melainkan Rasul Alloh dan Khotamannabiyyin.
Dari asbabunnuzul di atas kita mengetahui bahwa musuh-musuh Rasululloh saw berusaha merendahkan dan menghinakan beliau dengan tuduhan tidak berketurunan dan melakukan pernikahan yang terlarang dalam tradisi bangsa Arab. Menurut mereka ya’ni para musuh dan penentang beliau, ini merupakan kehinaan dan kerendahan dan tanda kehancuran beliau dan kehancuran misi agama Islam yang beliau perjuangkan sebagai utusan Alloh. Namun Alloh mengkanter dan membuktikan bahwa apa yang mereka tuduhkan itu adalah hayalan kosong mereka, karena Alloh telah memilih beliau sebagai pesuruhNya yang paling dikasihinya diantara semua RasulNya. Beliau bukan saja tidak relevan dengan tuduhan kalian bahwa beliau tidak menjadi bapak anak laki-laki lahiriah tapi beliau adalah bapak rohani seluruh umat manusia bahkan lebih dari itu beliau adalah bapak rohani seluruh nabi dan rasul baik nabi dan rasul yang diutus dimasa lampau maupun nabi dan rasul yang akan diutus dimasa datang.

Ma’na-ma’na Khotam menurut LUGHOT/BAHASA:
Apabila sebuah kalimat bahasa arab diidhofatkan dengan bentuk jamak, maka hal ini selalu menunjukan kepada makna pujian dan keagungan. Sekarang marilah kita perhatikan ungkapan kalimat-kalimat berikut yang di awali dengan kata Khatam :
1.  Plato, dijuluki Khatamul Hukama (Miratusuruh).
2.  Syamsuddin, dijuluki Khatamul Huffadz (At-Tajridus Sharih)
3.  Rasyid Ridho, dijuluki Khatamul Mufassirin (Al-Jamil Al-Islam)
4.  Abu Tammam, dijuluki Khatamus Syu’ara (Wafiatul `Ayan)
5.  Muhammad Abduh dijuluki Khatamul Aimmmah (Tafsir Fatiha)
6.  Imam Suyuti, dijuluki Khatamul Muhaqqiqin (Tafsir Itqan)
7.  Manusia disebut Khatamul Mahluqat Jasmanian (Tafsir Kabir)
8.  Nabi Isa as, dijuluki Khatamus Syifa Al-Aimmah (Baqiyatul Mutaqaddimin)
9.  Syaikh Waliullah Dehlawi, dijuluki Khatamul Muhadditsin (Ujala Nafi)
10.  Abu Hasan Kabus Bin Abi Tahir, dijuluki Khatamul Muluk (Wafiatul `Ayan)

Apabila kita memaknai kata Khatam dengan terakhir atau penutup pada ungkapan kalimat-kalimat diatas tidak dengan makna utama, mulia, terbaik, sempurna, ataupun yang sepadan dengan itu, maka plato yang dijuluki Khatamul Hukama, Syamsuddin Khatamul Huffadz ataupun Rasyid Ridho yang di juluki Khatamul Mufassirin dimaknai dengan Hakim yang terakhir, penghafal terakhir, dan Mufassir terakhir maka kita melihat bahwa sesudah beliau-beliau pun muncul juga para Hakim, para penghapal, dan para Mufassir yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu Pemaknaan tersebut tidak tepat, yang tepat adalah bahwa beliau-beliau adalah: hakim utama, penghapal terbaik, dan Mufassir ternama. Demikian juga untuk Abu Tammam, Imam Suyuti, Muhammad Abduh, dan seterusnya.
Empat  Ma’na Khataman Nabiyyin
Menurut arti baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam kata Khatam, maka ungkapan kata Khataman Nabiyyin memiliki ma’na-ma’na sebagai berikut:
1. Materai, segel, Cap ataupun stempel bagi para nabi, maksudnya ialah tidak ada nabi yang dianggap benar kalau kenabiannya tidak bermatraikan Rasullulah SAW karena beliau Mushaddiq (yang membenarkan pendakwaan kenabian mereka). Kenabian semua nabi yang sudah lampau harus dibenarkan dan di sahkan oleh beliau kemudaian tidak akan ada seorang pun mencapai derajat kenabian sesudah beliau kecuali dengan cara menjadi pengikut setia beliau.
2. Cincin : maksudnya adalah sebagaimana cincin di pakai sebagai perhiasan, maka Rasullulah SAW merupakan perhiasan bagi sekalian nabi.
3. Afdol, terbaik, termulia dan paling sempurna; maksudnya adalah bahwa beliau adalah nabi terbaik, termulia, dan paling sempurna dari sekalian nabi ditilik dari segi ajaran yang di bawanya maupun luasnya cakupan missi yang diemban beliau yakni untuk seluruh bangsa dan kaum didunia ini.
4. Terakhir atau pemungkas; maksudnya adalah bahwa beliau adalah nabi terakhir atau nabi pamungkas diantara para nabi pembawa syariat. Penafsiran ini sudah diterima oleh para ulama tekemuka seperti: Ibnu Arabi, Syah Waliullah, Imam Ali Qari, Mujaddid AlfTsani, dan lain lain. Rasullulah SAW sebagai akhirul ambiya (Nabi penutup, nabi tiada tandingan, nabi terakhir atau nabi pamungkas) hanya dalam arti kata bahwa semua nilai dan sifat kenabian menjelma dengan sesempurna-sempurnanya dan selengkap-lengkapnya dalam diri beliau. (untuk memahami lebih lanjut ma’na-ma’na tersebut diatas, pembaca bisa menelaah kitab-kitab dari Zurqani, Syarah Muwahib, Al-Laduniyyah, Futuhat, Tafhimat, Maktubat, dan Yawaqit wal Jawahir)...(Mln Qomarudin Sy dan Dendi Ahmad Daud).
HADITS-HADITS YANG MENDUKUNG MA’NA KHOTAMANNABIYYIN BUKANLAH SEBAGAI PENUTUP
1.  Rasululloh saw bersabda:
ANAA KHOOTAMUL ANBIYAA WA ANTA YA ‘ALI KHOOTAMUL AULIYA.
Artinya: Aku adalah khotam para nabi dan engkau hai Ali  adalah khotam para Wali.
Setelah Saidina Ali ternyata banyak Wali-wali Alloh yang muncul termasuk Wali Songo di Tanah Jawa.
2.  ITHMA’ANNI YAA “AMMAA ANAA KHOOTAMUL ANBIYA WA ANTA KHOOTAMUL MUHAAJIRIINA FIL HIJRATI.
Artinya: Berbahagialah wahai paman karena aku adalah khootamannabiyyin dan engkau adalah khotam untuk orang-orang yang berhijrah.
Dalam sejarah diketahui bahwa paman Rasululloh saw yakni Ibnu Abbas adalah orang yang paling pertama berhijrah dari Mekah ke Madinah di antara para Muhajirin yang berhijrah ke Yatsrib/Madinah.
3.  Siti Aisyah ra menyatakan;
QUULUU KHOOTAMANNABIYYIINA WALAA TAQUULUU LAA NABIYYA BA’DAHU.
Artinya; Katakanlah bahwa Rasululloh itu sebagai khotamannbiyyin tapi jangan katakan beliau itu tidak ada nabi sesudahnya.
Siti Aisyah ingin memberikan pengertian kepada semua kaum muslimin bahwa antara khotamannabiyyin dan hadits LAA NABIYYA BA’DI jangan dicampur adukkan karena keduanya memiliki ma’na yang berbeda, sekaligus ada semacam kekhawatiran dari Siti Aisyah ra bahwa kaum muslimin akan menggunakan kedua istilah itu untuk menutup pintu kenabiyan macam a apapun dikemudian hari. Dan ternyata kekhawatiran Siti Aisyah ra menjadi kenyataan.
Walhasil Khotam dengan makna PENUTUP bukan satu-stunya makna  yang melekat pada kata khotamannabiyyin.
Demikianlah uraian tentang Rasululloh sebagai Khotamannabiyyin yang dapat saya sampaikan pada kesempaatan Jalsh Wilayah Bali-Nusra yang penuh berkat ini, lebih dan kurangnya saya mohon maaf yang sebesar besarnya. Wabillahi Taufik wal Hidyah.. Assalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh

PIDATO MLN USMAN ANAS PADA JALSAH SALANAH BALI-NUSRA TANGGAL 10-12 FEBRUARI 2012 (bag I)


RASULULLOH SAW SEBAGAI KHOOTAMANNABIYYIIN

 Bapak-bapak dan ibu-ibu, serta semua peserta jalsah Wilayah Bali-Nusra yang berbahagia.
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillah wa syukrillah, dengan karunia dan rahmat dari Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, pada hari ini kita semua diberi taufik olehNya untuk dapat menghadiri JALSAH WILAYAH BALI-NUSRA yang ke sekian kalinya di aula hotel yang ramah ini. Semoga setiap derap langkah kita menuju tempat ini diberkati olehNya dan mendapat ganjaran yang berlipat ganda. Amin.
Dalam pertemuan yang penuh berkat ini saya yang amat lemah ini mendapat karunia dan diserahi tugas oleh panitia Jalsah untuk menyampaikan ceramah yang temanya adalah RASULULLOH SAW SEBAGAI KHOOTAMANNABIYYIIN.

Bila kita memperhatikan sejarah kehidupan Rasululloh saw., maka selain makam khotamannabiyyin, ada makom-makom lain yang dianugerhkan kepada beliau oleh Alloh swt sebagai bukti keagungan, keluhuran, keistimewaan dan keunggulan beliau dari jajaran semua nabi-nabi dan rasul lainnya yang pernah diutus oleh Alloh swt di tengah-tengah suatu kaum dan bangsa di muka bumi di setiap zaman tertentu.
Sebagai misal, beliau mendapat gelar sebagai ALAMIN yakni wujud yang paling jujur yang pernah ada sejak langit dan bumi diciptakan. Begitu juga beliau digelari oleh Alloh swt dengan seorang wujud  yang memiliki akhlak YANG AGUNG sebagaimana firmanNya dalam alQuranul Karim:WAINNAKA LA’ALA KHULUQIN ‘AZHIIM.
Artinya: Wahai Muhammad engkau adalah wujud yang memiliki akhlak yang AGUNG.

Di dalam hadits Qudsi juga Alloh swt menyebut mengenai keutamaan Rasululloh saw. dari mahluk-mahluk lainnya, firmanNya:
LOULAAKA LAMAA KHOLAQTUL AFLAAQ
Artinya: Kalau bukan karena engkau hai Muhammad Aku tidak akan ciptakan langit dan bumi ini.

Kemudian pada peristiwa Mi’raj Rasululloh saw dari masjidil Haram ke Sidratul Muntaha disana Alloh memperlihatkan keunggulan dan ketinggian derajat rasululloh saw bila dibandingkan dengan semua nabi-nabi lainnya. Dalam peristiwa itu digambarkan bahwa semua nabi-nabi lainnya hanya mencapai langit yang ke tujuh dari ketinggian derajat rohani dan qurub Ilahi mereka,akan tetapi Rasululloh saw melampaui langit rohani yang ke tujuh dan sampai di Sidratul Muntaha dan mencapai qurub Ilahi sedemikian rupa dekatnya sampai menyatu dan melebur dengan wujud Alloh swt. Makom inilah yang difirmankan ALLOH dalam surah Annajem ayat: 8 - 9
TSUMMA DANAA FATADALLAA FAKAANA QOOBA QAUSAINI AU ADNAA.
Yang artinya: Kemudian ia (Rasululloh) mendekat (kehdapan Alloh), maka Alloh pun turun seraya mendekati rasululloh,maka terjadilah pertemuan dan penyatuan serta peleburan secara ruhani, saking dekatnya pertemuan itu maka ia seibarat dua anak panah yang dipersatukan. (Terjemah bebas)

Beberapa contoh di atas menggambarkan KEUTAMAAN DAN KETINGGIAN RASULULLOH SAW dari para nabi dan rosul semuanya.
Merujuk kepada contoh-contoh di atas saya ingin mengatakan kepada hadirin dan hdirat sekalian yang sedang menyimak uraian ini bahwa gelar KHOOTAMANNABIYYIIN yang disandang oleh rasululloh saw juga mengisyaratkan betapa tinggi dan luhurnya kedudukan rasululloh saw di pandangan Alloh swt

Sesuai dengan judul ceramah ini ya’ni RASULULLOH SEBAGAI KHOOTAMANNABIYYIIN, marilah kita simak pembahasan topik ini dengan mengacu kepada firman Alloh swt yang terdapat dalam surah Alahzab ayat 40:
MAA KAANA MUHAMMADUN ABAA AHADIM MIRRIJAALIKUM WALAAKIN RASUULALLOOHI WAKHOOTAMANNABIYYIIN.
Yang artinya, Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang dari antara kamu melainkan rasul Alloh dan khootamannabiyyiin.
Mengenai makna khotamannabiyyin ada dua pengertian yang mengemuka dikalangan para ulama Islam dewasa ini.
1.  Yang memiliki pemahaman bahwa kata khotam selain artinya penutup ada arti arti lain sesuai dengan konteks kalimatnya dan kedudukannya dalam suatu kalimat tertentu. Pendapat ini adalah dipegang oleh sahabat-sahabat nabi dan para  alim ulama terdahulu seperti  Hz. Aisyah r.a. dan rasululloh saw sendiri.
2.  Yang memiliki pemahaman bahwa kata khotam hanya memiliki arti penutup saja. Pemahaman ini hanya dimiliki oleh ulama masa kini dan kaum muslimin yang mendapat didikan dari mereka
Sebagaimana semua sahabat nabi dan para ulama Islam meyakini bahwa rasululloh saw adalah Khootamannabiyyiin maka pendiri jemaat Ahmadiyh Hz. Misza Ghulam Ahmad as juga meyakini rasululloh saw sebagai khootamannabiyyiin. Marilah kita simak penyataan-pernyataan beliau, diantaranya:
1. Fitnah yang dilontarkan kepadaku dan jemaatku adalah bahwa kami tidak meyakini bahwa Rasululloh saw sebagai khootamannabiyyiin adalah suatu kedustaan yang besar terhadap kami. Dengan keteguhan iman, ma’rifat dan bashirat kami meyakini bahwa Rasululloh saw sebagai khotamannabiyyin...(Alhakam 7 Maret 1905).
2. Di dalam Al-Quran Alloh swt memberikan gelar kepada Rasululloh saw.KHOOTAMANNABIYYIN, kemudian di dalam sabdanya Rasululloh saw menyatakan LAA NABIY YA BA’DI. Alloh swt telah menetapkan bahwa sesudah beliau tidak akan datang nabi dari segi ma’na hakiki. (Kitab Bariyyah, Hal. 185).
3. Sesungguhnya nabi kita adalah Khotamal Anbiya yang tidak ada nabi sesudahnya kecuali yang disinari dengan sinarnya dan penzhahirannya merupakan penzhahiran dari bayangan Rasululloh saw. (Al-istifta, Hal. 22), 1907).
4. Alloh mencintai orang yang menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidupnya yang harus diamalkan dan meyakini bahwa nabiNya Muhammad saw adalah Khotamal Anbiya. (Casmah Ma’rifat , Hal.324, 1908).
5. Tuduhan yang dilontarkan kepadaku adalah bahwasanya aku seolah-olah menda’wakan kenabiyan sedemikian rupa seperti aku tidak ada sangkut pautnya dengan Islam, artinya aku menganggap diriku sebagai nabi yang terpisah sehingga tidak perlu lagi mengikuti al-Quran, membuat kalimah dan kiblat sendiri menyatakan syariat Islam mansukh dan tidak mentaati Rasululloh saw. Tuduhan ini sama sekali tidak benar, bahkan penda’waan seperti itu menurut hematku adalah sebuah pengingkaran. Aku menyatakan bahwa diriku adalah nabi berdasarkan karunia yang dianugrahkan Tuhan dimana aku dapat bercakap-cakap denganNya. Dia sangat sering berbicara dengan menurunkan kalamNya kepadaku, menjawab kata-kataku, dan banyak sekali memperlihatkan hal-hal gaib, membukakan tabir rahasia-rahasia masa yang akan datang dimana manusia seumumnya tidak mendapatkan kedekatan yang khususus ini denganNya, Kepada yang lain Dia tidak membukakan rahasia-rahasia itu. Oleh sebab inilah Dia menamaiku nabi dalam arti nabi ummati (nabi pengikut) supaya nubuatan jungjungan kita nabi Muhammad saw bahwa Isa yang akan datang itu dari umat beliau dan bergelar nabi menjadi sempurna. Kalau tidak, harapan hampa serta khayalan kosong akan menguasai manusia berkenaan dengan kedatangan nabi Isa as, bagaimana bisa beliau menjadi ummati. Apakah setelah turun dari langit ia  akan masuk Islam, lalu sejak itu nabi kita tidak lagi menjadi Khotamannabiyyin? (Surat kabar Lahore, 26 Mei 1908).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan beliau tersebut, maka Jemaat Ahmadiyah dalam memahami dan menginterpretasikan topik di atas tetap berada dalam koridor Islam yakni berdasarkan AlQuran suci dan sabda-sabda Rasululloh saw dan para ulama mutaqoddimin dengan didukung oleh pemahaman bahasa Arab baik geramatikal maupun kesusastraannya ketika membahas masalah kedatangan Mahdi dan Masih yang dijanjikan dari kalangan umat beliau saw yang dianugerahi gelar kenabian yaitu nabi ummati Rasululloh saw.
Latar Belakang Turunnya Ayat:
Ayat ini diturunkan pada tahun kelima Hijrah dengan latar belakang menjawab tuduhan dan ejekan bahwa Rasululloh saw adalah abtar (seorang yang tidak memiliki  anak laki-laki dewasa/rijal). Dan kedua adalah pernikahan beliau dengan siti Zainab ra yang merupakan janda dari Zaid ibnu Harits ra, seorang pemuda yang dimerdekakan Rasululloh dan kemudian diambil sebagai putera angkat beliau.
Di Mekah pada waktu itu semua putra Rasululloh saw telah meninggal dunia semasa masih kanak-kanak. Musuh-musuh beliau mengejeknya sebagai abtar yang maksudnya tidak memiliki pelanjut yang akan melestarikan nama beliau. Mereka fikir cepat atau lambat Islam akan berakhir dengan satu kesudahan (bahrul muhit). Alloh swt menjawab secara tegas ejekan mereka seperti tertuang dalam surah al-Kautsar dimana Rasululloh saw bukanlah seorang yang tidak berketurunan melainkan merekalah yang tidak berketurunan..(Dikutif dari tulisan mln Qomarudin Sy dan Dendi Ahmad Daud Yang di Posting di milis Muballighin).

lamjut baca ke: PIDATO MLN USMAN ANAS PADA JALSAH SALANAH BALI-NUSRA TANGGAL 10-12 FEBRUARI 2012 (bag II)

Popular Posts

Tukeran Link

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons