Selasa, 13 Maret 2012

GUS DUR : SANG PEJUANG KEMANUSIAN

Oleh : Anita Wahid

Post Time :
[Sambutan Anita Wahid pada Acara Memperingati Dua Tahun Wafatnya Gus Dur]

TIDAK terasa sudah dua tahun berlalu sejak Gus Dur berpulang ke rahmat Allah SWT. Waktu berlalu begitu cepat, dan tetap tak juga menjauhkan Gus Dur dari kehidupan kita. Gus Dur tidak hanya menjadi sekedar kenangan dalam album-album yang tertutup, atau pada foto-foto di dinding mati. Gus Dur masih tetap hidup, sebagaimana seorang penyair menyatakan, “Gus Dur hanya pulang, bukan pergi.” 

Sikap dan nilai perjuangan Gus Dur justru semakin menggema ketika Indonesia semakin kehilangan kendali atas kehidupan bersamanya sebagai bangsa. Kepentingan sesaat, kepentingan kelompok, kecintaan pada kekuasaan, dan nilai bangsa yang memburam, justru sekarang memberi makna pada apa yang selama ini telah diperjuangkan Gus Dur sampai akhir hayatnya. 

Betapa kita merindukan semangat menjadi manusia yang memanusiakan manusia yang demikian nyata ditunjukkan oleh Gus Dur. Bagi beliau, menjadi manusia berarti mendahulukan kepentingan manusia di atas kepentingan duniawi sesaat. Tiga nilai besar, yaitu nilai keadilan, nilai kesetaraan, serta nilai persaudaraan, seharusnya menjadi fondasi bagi kehidupan berbangsa. Dan saat ini kita tahu ketiga nilai tersebut semakin menyempit—digunakan untuk kepentingan sendiri! 

Ketika sekarang kita melihat pemimpin-pemimpin palsu berlomba-lomba menunjukkan kemakmurannya di atas kesengsaraan rakyat, kitapun seakan tertampar oleh kesahajaan Gus Dur yang tak dapat diingkari. Ketika sekarang kita melihat kaum intektual berlomba-lomba menunjukkan kerumitan cara pandangnya terhadap masalah-masalah bangsa, kitapun seakan dihujam oleh kesederhanaan pikiran Gus Dur yang jernih tertuju pada pokok persoalan, yaitu pembelaan sejati kepada kemanusiaan, dan utamanya bangsa Indonesia. 

Sikap seorang ksatria yang diteladankan Gus Dur sesungguhnya ada dalam diri setiap dari kita. Kita belajar untuk berbela rasa terhadap mereka yang dilemahkan, belajar berani berjuang untuk kebenaran dan kedaulatan kita sebagai manusia. Kita belajar kesabaran dan keikhlasan untuk mengeraskan raga dan melembutkan nurani demi sebuah proses perjuangan yang maha penting bagi bangsa ini. 

Gus Dur sering mengungkapkan bahwa guru kehidupannya adalah Mbah Hasyim al-Asy’ari dan Mbah Wahid Hasyim. Dan bahwa Gus Dur berbangga hati melanjutkan perjuangan guru-gurunya tersebut. Itulah Gus Dur yang selalu mengingatkan kita untuk berdiri kokoh, terbuka menyambut perkembangan zaman, tetapi dengan kaki yang menjejak kuat ke dalam bumi tradisi dan kearifan nusantara. Hanya dengan cara inilah kita bisa menjadi manusia Indonesia seutuhnya, bukan warga dunia yang lupa pada bumi di mana ia berpijak dan tak mengenal kawan-kawan hidup di sekitarnya. 

Segala hal yang diteladankan Gus Dur ini sejatinya berawal dari kesadaran terdalam bahwa Allah Yang Mahakuasa adalah sumber dari segala sumber dan rahmat kehidupan di jagad raya. Keutuhan prinsip ketauhidan ini lebih dari sekedar diucapkan dan dilafalkan saja, tetapi justru menjelma dalam prilaku dan perjuangan membangun bangsa dan kemanusiaan. 

Bersyukurlah kita yang sempat menyaksikan, mencerna, memahami, dan mempelajari Gus Dur dengan mata dan nurani kita. Karena saat ini kitapun harus menjadi saksi atas kehidupan yang jauh dari cita-cita kita bersama sebagai negara-bangsa.
Saat kita melihat nilai-nilai ketuhanan yang semakin dijauhkan dari kemanusiaan, dan akhirnya justru digunakan sebagai alat untuk menindas hak hidup sesama anak bangsa. Nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan, semakin langka dari keseharian kita. Persaudaraan bangsa seakan hanya sebuah impian kosong yang tak ditemukan di sudut-sudut Sampang, Bogor, Cikesik, Mojokerto, Tanjung Balai Asahan, Bekasi, Sukabumi dan Manisulor. 

Nilai-nilai kesatrian yang kita sematkan kepada para pengawal negara diselewengkan menjadi kekuatan senjata para aparat, Satpol PP, tentara, polisi, untuk menindas kemanusiaan di Bogor, di Urutsewu, di Bima, di Papua, di Mesuji, di pengunungan Kendeng, hanya demi membela penguasa dan pemilik harta. 

Perjuangan kita sungguh panjang, anak-anak kita terus tumbuh, dan akan mewarisi bangsa yang kita siapkan untuk mereka. Kerja keras kita mungkin tak akan kita nikmati sekarang, sebagaimana Gus Dur tak sempat menikmati wujud Indonesia seperti yang diidamkannya. Tetapi demi masa itulah kita sekarang harus menetapkan hati dan usaha. Semua yang kita warisi dari Gus Dur adalah hadiah nilai-nilai luhur yang akan kita wariskan kepada anak-cucu kita dan akan menjadi bekal mereka menghadapi dunia. [Roland Gunawan] 

KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) : Seorang Bapak Pluralisme Indonesia

Gusdur adalah sebuah panggilan untuk KH Abdurrahman Wahid. Ketika mendengar berita Gusdur wafat saya spontan memasang bendera setengah tiang Rabu, 30 Desember 2009 selama 7 hari. Yach … saya adalah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang berharap mudah-mudahan akan muncul kembali gusdur-gusdur baru di negeri ini. Gusdur memang bukan malaikat, atau nabi. Namun sebagai manusia dia tidak biasa. Pemikiran, perspektif, pemahaman agamanya, kecerdasan, intelektualitas, totalitas untuk negeri, pengabdian untuk umat, sulit mencari pembandingnya di negeri ini. Gusdur adalah sosok yang menjungkirbalikkan persepsi publik bahwa NU adalah Islam tradisional. Ia seorang demokrat sejati bahkan boleh dikatakan pelopor demokrasi di Indonesia.
 
Biografi Gusdur
Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dan meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun. Abdurrahman Wahid lahir dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Wahid Hasyim adalah mantan menteri Agama RI tahun1949 dan sekaligus putra Kh Hasyim As’ari pendiri organisasi Islam tebesar di Indonesia Nahdhatul Ulama. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. “Addakhil” berarti “Sang Penakluk”.Kata “Addakhil” tidak cukup dikenal dan diganti nama “Wahid”, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati “abang” atau “mas”. Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.

  Tahun 1944, Gusdur pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Gusdur pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Gusdur juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Gusdur meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Gusdur berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Gusdur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pada tahun 1963, Gusdur menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; ia suka menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton pertandingan sepak bola. Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Ketika memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa; ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas .

Selama di Mesir Gusdur bekerja di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terjadi. Mayor Jendral Suharto memerintahkan Kedutaan Besar Indonesia di Mesir melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Gusdur, yang ditugaskan menulis laporan. Gusdur mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah G30S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966, ia diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar. Pendidikan prasarjana Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad. Wahid pindah ke Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970, Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui. Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971. Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas McGill Kanada. Ia bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut “Prisma” dan Gusdur menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor LP3ES,Gusdur juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Pada saat itu,pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Gusdur merasa prihatin dengan kondisi itu karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gusdur juga prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Pada waktu yang sama ketika mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah,pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Gusdur memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.
Abdurrahman Wahid meneruskan kariernya sebagai jurnalis,menulis untuk majalah dan surat kabar Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu,ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Gusdur tinggal bersama keluarganya. Meskipun memiliki karier yang sukses pada saat itu,Gusdur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974 Gusdur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam. Pada tahun 1977,Gusdur bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam dan Universitas ingin agar Gusdur mengajar subyek tambahan seperti syariat Islam dan misiologi. Namun kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas.

Karir di Organisasi Islam Nahdhatul Ulama
 
Latar belakang keluarga Gusdur sangat strategis untuk memainkan peran aktif dalam organisasi NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Gus Dur dalam menjadi intelektual publik dan ia dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Wahid akhirnya bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri memberinya tawaran ketiga. Gusdur kemudian memilih pindah menetap di Jakarta. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama gusdur berperan sebagai pelopor reformasi di tubuh NU. Gusdur mulai terjuan dalam dunia politik sejak tahun 1982. Ia aktif berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU. Banyak orang menganggap NU sebagai organisasi yang mati suri. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk Tim Tujuh (termasuk Gusdur) untuk menghidupkan NU kembali. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan pimpinan.
  Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Gusdur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut. Pada Oktober 1983, Gusdur mengajak NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada terhambat dengan terlibat dalam politik.

Jabatan Ketua NU periode pertama
Reformasi yang dicanangkan Gusdur membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah Nasional 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasikan Gusdur sebagai ketua baru NU. Gusdur menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Gusdur terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut.
Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular. Pada tahun 1987, Gus Dur juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan menyediakan interpretasi teks Muslim. Gus Dur pernah pula menghadapi kritik bahwa ia mengharapkan mengubah salam Muslim “assalamualaikum” menjadi salam sekular “selamat pagi”.

Jabatan Ketua NU periode kedua
Gusdur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua NU pada Musyawarah Nasional 1989. Pada saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka. Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati Muslim Intelektual. Organisasi ini didukung oleh Soeharto, diketuai oleh Baharuddin Jusuf Habibie dan di dalamnya terdapat intelektual Muslim seperti Amien Rais dan Nurcholish Madjid sebagai anggota. Pada tahun 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung. Gus Dur menolak karena ia mengira ICMI mendukung sektarianisme dan akan membuat Soeharto tetap kuat. Pada tahun 1991, Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum legislatif 1992.

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Gusdur merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran. Selama masa jabatan keduanya sebagai ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.
Jabatan Ketua NU periode ketiga dan reformasi demokrasi
Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mewujudkan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang. Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.
  Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Masa menjadi Presiden

Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.

Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina. Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri antara lain swiss, untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia, Arab Saudi, Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Italia, India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam, Timor Leste, Afrika Selatan, Kuba, Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti.

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Gusdur untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.

Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Gusdur meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI. Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.

Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.

Masa akhir kepresidenan

Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.

Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. 

Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.
Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali ia mengalami serangan strok. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya. Ia wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.
Penghargaan
1.      tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang prestisius bidang Community Leadership.
2.      Gusdur dinobatkan sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.
3.      Penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia.
4.      Penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas
5.      Penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.
6.      Pada 21 Juli 2010, meskipun telah meninggal, ia memperoleh Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010.
7.      11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Doktor kehormatan
Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan:

  • Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
  • Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
  • Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

Mengenang Humor-humor Gus Dur

Humor-Humor Gus Dur: 

http://ananewbie.files.wordpress.com/2009/09/gusdur1.jpg?w=580


Kumpulan Humor Joke Lelucon Gusdur
Meski seorang kyai kontroversial, namun ucapan Gus Dur seringkali membuat banyak orang sadar. Pernyataan-pernyataan Gus Dur memancing orang untuk ikut berpikir dan merenung. Sekalipun pandangan matanya terganggu, Gus Dur dikenal sebagai humoris. Orang yang banyak humor. Saat berbicara, dia selalu menyelipkan joke, cerita lucu, yang membuat pendengarnya tertawa. Joke-jokenya itu disukai oleh banyak tokoh dunia.
“Gus, kok suka humor terus sih?” tanya seorang yang kagum karena humor Gus Dur selalu berganti-ganti. “Di pesantren, humor itu jadi kegiatan sehari-hari,” jelasnya.
“Dengan lelucon, kita bisa sejenak melupakan kesulitan hidup. Dengan humor, pikiran kita jadi sehat,” sambungnya.
Humor Gusdur : Presiden Nyeleneh
Gus Dur selalu dianggap aneh dan berbeda dengan orang lain. Anggapan ini juga dirasakan oleh mantan Menteri Pertahanan Mahfud MD. Dia juga merasa heran kenapa justru dirinya yang saat itu dosen di UII Yogyakarta menjadi Menhan.
“Saya heran kok saya dijadikan Menhan. Gus Dur memang nyleneh. Kalau nggak nyleneh nggak mungkin memilih saya menjadi Menhan,” aku Mahfud disambut geer audien dalam satu forum talkshow di televisi swasta nasional.
Mahfud juga pernah mengaku akan mundur dari posisi menteri. “Saat itu saya dapat hujatan yang luar biasa. Belum-belum kok sudah dapat kritikan luar biasa. Saya ketemu teman-teman di Yogya. Dalam suatu rapat, saya tegaskan bahwa saya akan mundur dari menteri. Eh, tidak berselang beberapa menit, Gus Dur telepon: ‘Pak Mahfud jangan mundur.”
“Yah, begitulah Gus Dur. Aneh, tapi juga luar biasa,” kenang Mahfud MD.
Humor Gus Dur : Orang NU Gila
Rumah Gus Dur di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, sehari-harinya tidak pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang sampai dinihari para tamu ini datang silih berganti baik yang dari kalangan NU ataupun bukan. Tak jarang mereka pun datang dari luar kota.
Menggambarkan fanatisme orang NU, kata Gus Dur, menurutnya ada 3 tipe orang NU. “Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hingga jam sembilan malam, dan menceritakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap NU,” tegas Gus Dur.
Orang NU jenis yang kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Gus Dur untuk membicarakan NU, “Itu namanya orang gila NU,” jelasnya.
“Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua dinihari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang gila,” kata Gus Dur sambil terkekeh.
Humor Gusdur : Tak Punya Latar Belakang Presiden
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid memang unik. Dalam situasi genting dan sangat penting pun dia masih sering meluncurkan joke-joke yang mencerdaskan.
Seperti yang dituturkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD saat diinterview salah satu televisi swasta. “Waktu itu saya hampir menolak penunjukannya sebagai Menteri Pertahanan. Alasan saya, karena saya tidak memiliki latar belakang soal TNI/Polri atau pertahanan,” ujar Mahfud.
Tak dinyana, jawaban Gus Dur waktu itu tidak kalah cerdiknya. “Pak Mahfud harus bisa. Saya saja menjadi Presiden tidak perlu memiliki latar belakang presiden kok,” ujar Gus Dur santai.
Karuan saja Mahfud MD pun tidak berkutik. “Gus Dur memang aneh. Kalau nggak aneh, pasti nggak akan memilih saya sebagai Menhan,” kelakar Mahfud.
Humor Gusdur : Airport Abdurrahman Wahid
Pada akhir April 2000, Gus Dur sempat ke Malang, dan mendarat di Bandara Abdurrahman Saleh. Ini mengingatkan dia pada peristiwa belasan tahun silam, ketika dia mendarat di bandara yang sama dari Jakarta, saat masih ada penerbangan reguler dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Malang.
Waktu itu Gus Dur bersama antara lain Almarhum Jaksa Agung Sukarton Marmosujono. Sebagaimana lazimnya untuk rombongan orang penting, mereka pun disambut oleh pasukan Banser NU.
Ketika romobongan sudah berangkat ke Selorejo, sekitar 60 kilometer dari bandara, petugas Banser melapor pada poskonya melalui handy talky.
“Halo, halo, rojer,” kata Mas Banser. “Lapor: Abdurahman Saleh sudah mendarat di airport Abdurrahman Wahid!”
Yah, kebalik.
Humor Gusdur : Buto Cakil Pembayar Demonstran?
Punakawan selalu digambarkan sebagai kstaria. Musuhnya jelek-jelek semua, misalnya Buto Cakil. Punakawan sering diculik, dibawa berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Tapi, menurut Ki Tedjo, sekarang semuanya serba tak jelas. Perilaku kesatria pun tak jelas. Yang jadi Punakawan pun tak jelas. Yang disebut istana pun tak jelas. Sebab saat ini masih banyak istana, ada yang di Cendana, ada yang di sana, pokoknya di mana-mana.
“Supaya rakyat tentram, mbok ya (para elite politik) itu kalau berantem caranya yang cerdas lah. Rakyat seperti kita ini kan juga perlu tahu. Bukan begitu, Gus?”
“Sebelum tahu istananya, harus tahu dulu siapa demonstrannya,” jawab Gus Dur.
“Ya sebelum tahu demonstrannya, harus tahu dulu siapa yang membayari.”
Humor Gusdur : Meminta Ditemani Gadis di Hotel?
Seorang gadis, hitam manis, duduk di sebuah bar.
“Permisi, boleh saya mentraktir Anda minum?” tawar seorang laki-laki muda menghampirinya.
“Apa ke hotel?” teriak si gadis.
“Bukan, bukan. Jangan salah paham. Saya hanya menawari minuman ….”
“Kau meminta aku menemanimu ke hotel?” teriak si gadis lebih keras.
Merasa ditolak, dengan perasaan malu, laki-laki muda itu beringsut dan duduk di sudut ruangan. Semua orang di bar menatap laki-laki dengan sinis dan mencibir.
Beberapa menit kemudian, si gadis menghampiri si laki-laki muda itu.
“Maafkan saya. Saya sedang menyamar. Sebenarnya, saya adalah seorang mahasiswi psikologi yang sedang mempelajari tingkah laku manusia di situasi yang tidak dikehendakinya.”
Si laki-laki menatap dengan tampang dingin. Kemudian berteriak dengan amat kerasnya, “Berapa? Dua ratus ribu???”
Humor Gusdur : Tukang Santet Jakarta
Main hakim sendiri seakan sudah dianggap normal oleh masyarakat kita. Pelakunya bukan cuma rakyat biasa, tapi sering justru aparat yang berwenang. Paling tidak penghakiman dilakukan di depan aparat. Sampai-sampai majalah Tempo, jauh sebelum pembredelan pernah “menghitamkan” beberapa halamannyla sebagai tanda prihatin. Para pembaca Tempo tentu kaget dan heran. Bermacam dugaan pun segera muncul. Gus Dur termasuk yang heran dan menduga-duga.
“Mengapakah Tempo dibuat hitam seperti itu?” tanya Gus Dur dalam “kuis imajiner”-nya.
“Karena reportase soal tukang santet dan bromocorah Jember.”
“Siapakah yang memerintahkan penghitaman itu?”
“Tukang santet dan bromocorah Jakarta.”
Humor Gusdur : Keliling Dunia Tidak Mati Kok!
Empat dokter ahli menyampaikan analisis negatif terhadap kesehatan Gus Dur kepada DPR. Jauh sebelumnya, salah satu Ketua DPP Partai Golkar Agung Laksono juga pernah mengungkit masalah itu. Agung, yang juga dokter, mengusulkan agar Presiden Gus Dur diperiksa oleh tim dokter independen. Usul itu disetujui oleh Ketua MPR Amien Rais.
Saat Gus Dur berkunjung ke Kairo, wartawan pun menanyakan usulan Agung Laksono itu. “Kalau mau tahu soal kesehatan sata, tanya saja sama dokter yang pernah memeriksa saya,” jawab Gus Dur serius.
Kalau belum percaya? “Gampang saja, saya keliling (dunia) ini tidak mati kok,” jawab Gus Dur menekankan betapa sehatnya dia.
Tapi kemudian Gus Dur bilang, “Masalah begitu jangan tanya sayalah. Saya sudah malas menjawabnya. Punya ambisi politik saja kok sampai begitu.”
Humor Gusdur : Panglima AL Paraguay
Paraguay dikenal sebagai salah satu negara yang tidak mempunyai laut. Tapi anehnya, negara Amerika Latin ini punya panglima angkatan laut.
Suatu ketika, kata Gus Dur, Panglima AL Paraguay ini berkunjung ke negara Brasil. Dalam kunjungan itu ia menemui Panglima AL Brasil. Salah seorang staf AL Brasil yang ikut menemuinya bertanya seenaknya, “Negara bapak itu aneh ya. Tidak punya laut, tapi punya panglima seperti Bapak.”
Dengan kalem sang tamu pun menanggapio, “Negeri Anda ini juga aneh, ya. Hukumnya tidak berjalan, tapi merasa perlu mengangkat seorang menteri kehakiman.”
Humor Gusdur : Sate Babi
Suatu ketika Gus Dur dan ajudannya terlibat percakapan serius.
Ajudan: Gus, menurut Anda makanan apa yang haram?
Gus Dur: Babi
Ajudan: Yang lebih haram lagi
Gus Dur: Mmmm … babi mengandung babi!
Ajudan: Yang paling haram?
Gus Dur: Mmmm … nggg … babi mengandung babi tanpa tahu bapaknya dibuat sate babi!
Humor Gusdur : Gus Dur “Diplintir” Media
Gus Dur, dalam satu acara peluncuran biografinya, menceritakan tentang kebiasan salah kutip oleh media massa atas berbagai pernyataan yang pernah dikeluarkannya.
Dia mencontohkan, ketika berkunjung ke Sumatera Utara ditanya soal pernyataan Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yew tentang gembong teroris di Indonesia, dia mengatakan, pada saatnya nanti akan mengajarkan demokratisasi di Singapura. Namun, sambungnya, media massa mengutip dia akan melakukan demo di Singapura.
Walah … walah, gitu aja kok repot!
Humor Gusdur : Kuli dan Kyai
Rombongan jamaah haji NU dari Tegal tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Arab Saudi. Langsung saja kuli-kuli dari Yaman berebutan untuk mengangkut barang-barang yang mereka bawa. Akibatnya, dua orang di antara kuli-kuli itu terlibat percekcokan serius dalam bahasa Arab.
Melihat itu, rombongan jamaah haji tersebut spontan merubung mereka, sambil berucap: Amin, Amin, Amin!
Gus Dur yang sedang berada di bandara itu menghampiri mereka: “Lho kenapa Anda berkerumun di sini?”
“Mereka terlihat sangat fasih berdoa, apalagi pakai serban, mereka itu pasti kyai.”
Humor Gusdur : Siapa yang Paling Berani
Di atas geladak kapal perang US Army tiga pemimpin negara sedang “berdiskusi” tentang prajurit siapa yang paling berani. Eh kebetulan di sekitar kapal ada hiu-hiu yang sedang kelaparan lagi berenang mencari makan …
Bill Clinton: Kalau Anda tahu … prajurit kami adalah yang terberani di seluruh dunia … Mayor .. sini deh … coba kamu berenang keliling ini kapal sepuluh kali.
Mayor: (walau tahu ada hiu) siap pak, demia “The Star Spangled Banner” saya siap ,,, (akhirnya dia terjun dan mengelilingi kapal 10 kali sambil dikejar hiu).
Mayor: (naik kapal dan menghadap) Selesai pak!!! Long Live America!!
Clinton: Hebat kamu, kembali ke pasukan!
Koizumi: (tak mau ketinggal, dia panggil sang sersan) Sersan! Menghadap sebentar (sang Sersan datang) … coba kamu keliling kapal ini sebanyak 50 kali … !
Sersan: (melihat ada hiu … glek … tapi) for the queen I’am ready to serve!!! (pekik sang sersan, kemudian membuka-buka baju lalu terjun ke laut dan berenang keliling 50 kali … dan dikejar hiu juga).
Sersan: (menghadap sang perdana menteri)  GOD save the queen!!!
Koizumi: Hebat kamu … kembali ke tempat … Anda lihat Pak Clinton … Prajurit saya lebih berani dari prajurit Anda … (tersenyum dengan hebat …)
Gus Dur: Kopral ke sini kamu … (setelah dayang …) saya perintahkan kamu untuk terjun ke laut lalu berenang mengelilingi kapal perang ini sebanyak 100 kali … ok?
Kopral: Hah … Anda gila yah …! Presiden nggak punya otak … nyuruh berenang bersama hiu … kurang ajar!!! (sang Kopral pun pergi meninggalkan sang presiden …)
Gus Dur: (Dengan sangat bangga) Anda lihat Pak Clinton dan Pak … Cumi Cumi … kira-kira siapa yang punya prajurit yang paling BERANI!!! … Hidup Indonesia … !!!
Humor Gusdur : Doa Mimpi Matematika
Jauh sebelum menjadi Presiden, Gus Dur dikenal sebagai penulis yang cukup produktif. Hampir tiap pekan tulisannya muncul di koran atau majalah. Tema tulisannya pun beragam, dari soal politik, sosial, sastra, dan tentu saja agama.
Pernah dia mengangkat soal puisi yang ditulis oleh anak-anak di bawah usia 15 tahun yang dimuat majalah Zaman. Kata Gus Dur, anak-anak itu ternyata lebih jujur dalam mengungkapkan keinginannya. Enggak percaya? Baca saja puisi yang dibuat oleh Zul Irwan ini:
Tuhan …
berikan aku mimpi malam ini
tentang matematika
yang diujikan besok pagi
Humor Gusdur : Tiga Polisi Jujur
Gus Dur sering terang-terangan ketika mengkritik. Tidak terkecuali ketika mengkritik dan menyindir polisi.
Menurut Gus Dur di negeri ini hanya ada tiga polisi yang jujur. “Pertama, patung polisi. Kedua, polisi tidur. Ketiga, polisi Hoegeng (mantan Kapolri).”
Lainnya? Gus Dur hanya tersenyum.
Humor Gusdur : 189 Gaya Bersetubuh
Ketika semua pihak berteriak “Musnahkan pornoaksi dan pornografi di negeri ini karena nggak sesuai dengan syariat Islam,” Gus Dur justru kurang sependapat. Gus Dur berusaha mengambil contoh dari sisi pandangan Islam tentang porno tersebut.
Misalnya saja ketika Gus Dur menjawab interview dengan Jaringan Islam Liberal, Gus Dur menyebut kita Raudlatul Mu’aththar sebagai korban tentang kesalahan memandang pengertian daripada kata porno.
“Anda tahu, kita Raudlatul Mu’aththar (The Perfumed Garden, Kebun Wewangian) itu merupakan kitab Bahasa Arab yang isinya tata cara bersetubuh dengan 189 gaya, ha … ha … ha. Kalau gitu, kitab itu cabul dong?”
Humor Gusdur : Guyon dengan Fidel Castro
Nah, ini yang jadi guyonan Gus Dur sewaktu masih menjadi Presiden RI saat berkunjung ke Kuba dan bertemu pemimpin Kuba, Fidel Castro.
Saat itu Fidel Castro mendatangi hotel tempat Gus Dur dan rombongannya menginap selama di Kuba. Dan mereka pun terlibat pembicaraan hangat, menjurus serius. Agar pembicaraan tidak terlalu membosankan, Gus Dur pun mengeluarkan jurus andalannya, yaitu guyonan.
Beliau bercerita pada pemimpin Kuba, Fidel Castro, bahwa ada 3 orang tahanan yang berada dalam satu sel. Para tahanan itu saling memberitahu bagaimana mereka bisa sampai ditahan di situ. Tahanan pertama bercerita, “Saya dipenjara karena saya anti dengan Che Guevara.” Seperti diketahui Che Guevara memimpin perjuangan kaum sosialis di Kuba.
Tahanan kedua berkata geram, “Oh kalau saya dipenjara karena saya pengikut Che Guevara!” Lalu mereka berdua terlibat perang mulut. Tapi mendadak mereka teringat tahanan ketiga yang belum ditanya. “Kalau kamu kenapa sampai dipenjara di sini?” tanya mereka berdua kepada tahanan ketiga.
Lalu tahanan ketiga itu menjawab dengan berat hati, “Karena saya Che Guevara…”
Fidel Castro pun tertawa tergelak-gelak mendengar guyonan Gus Dur tersebut.
Humor Gusdur : Becak Dilarang Masuk
Saat menjadi presiden, Gus Dur pernah bercerita kepada Menteri Pertahanan saat itu, Mahfud MD (buku Setahun bersama Gus Dur, kenangan menjadi menteri di saat sulit) tentang orang Madura yang katanya banyak akal dan cerdik.
Ceritanya ada seorang tukang becak asal Madura yang pernah dipergoki oleh polisi ketika melanggar rambu “becak dilarang masuk”. Tukang becak itu masuk ke jalan yang ada rambu gambar becak disilang dengan garis hitam yang berarti jalan itu tidak boleh dimasuki oleh becak.
“Apa kamu tidak melihat gambar itu? Itu kan gambar becak tak boleh masuk jalan ini,” bentak pak polisi. “Oh saya melihat pak, tapi itu kan gambarnya becak kosong, tidak ada pengemudinya. Becak saya kan ada yang mengemudi, tidak kosong berarti boleh masuk,” jawab si tukang becak .
“Bodoh, apa kamu tidak bisa baca? Di bawah gambar itu kan ada tulisan bahwa becak dilarang masuk,” bentak pak polisi lagi.
“Tidak pak, saya tidak bisa baca, kalau saya bisa membaca maka saya jadi polisi seperti sampeyan, bukan jadi tukang becak seperti ini,” jawab si tukang becak sambil cengengesan.
Radio Islami
Seorang Indonesia yang baru pulang menunaikan ibadah haji terlihat marah-marah.
“Lho kang, ngopo (kenapa) ngamuk-ngamuk mbanting radio?” tanya kawannya penasaran.
“Pembohong! Gombal!” ujarnya geram. Temannya terpaku kebingungan. “Radio ini di Mekkah tiap hari ngaji Al-Qur’an terus. Tapi di sini, isinya lagu dangdut tok. Radio begini kok dibilang radio Islami.”
“Sampean tahu ini radio Islami dari mana?”
“Lha…, itu bacaannya ‘all-transistor’, pakai ’Al’.”
Humor Gusdur : Membuat Orang-Orang Berdo’a
Di pintu akherat seorang malaikat menanyai seorang sopir Metro Mini. “Apa kerjamu selama di dunia?” tanya malaikat itu.
“Saya sopir Metro Mini, Pak.” lalu malaikat itu memberikan kamar yang mewah untuk sopir Metro tersebut dan peralatan yang terbuat dari emas.
Lalu datang Gus Dur dengan dituntutn ajudannya yang setia.
“Apa kerja kamu di dunia?” tanya malaikat kepada Gus Dur.
“Saya presiden dan juga juru dakwah Pak…” lalu malaikat itu memberikan kamar yang kecil dan peralatan dari kayu. Melihat itu Gus Dur protes.
“Pak kenapa kok saya yang presiden sekaligus juru dakwah mendapatkan yang lebih rendah dari seorang sopir Metro..?” Dengan tenang malaikat itu menjawab: “Begini Pak… Pada saat Bapak ceramah, Bapak membuat orang-orang semua ngantuk dan tertidur… sehingga melupakan Tuhan. Sedangkan pada saat sopir Metro Mini mengemudi dengan ngebut, ia membuat orang-orang berdoa…”
Humor Gusdur : Gus Dur Digoda
Salah seorang anak Gus Dur dengan penuh rasa ingin tahu mengamati ayahnya yang sedang memoleskan krim pembersih wajah yang dicurinya dari meja rias istrinya ke seluruh bagian mukanya.
“Kenapa sih…Bapak selalu mengoleskan itu di wajah?” tanya anak itu.
“Supaya bapakmu ini ganteng terus,” jawab Gus Dur.
Tak berapa lama kemudian Gus Dur mengambil kapas dan mengusap krem yang menempel di wajahnya seperti yang sering dilakukan istrinya.
“Lho kok dihapus sih Pak? Putus asa ya…?” goda anaknya.
Humor Gusdur : Horas Gaya Jawa
Dalam menyampaikan pengantar pidato kenegaraan menyambut HUT ke-55 RI itu Gus Dur juga menyinggung soal keragaman etnis di Indonesia. Maka, kata Gus Dur, jangan heran kalau ada anggota DPR yang berasal dari Sumatra Utara menyapa dengan horas sebagai salam hangat perkawanan.
Sebagai orang yang berasal dari suku Batak, Ketua DPR Akbar Tandjung tak mau kalah dengan Gus Dur yang berasal dari suku Jawa itu. Maka, selesai Gus Dur memberikan pidato, Akbar pun langsung menimpali.
“Saya juga orang Batak,” kata Akbar, yang beristri orang Solo. “Tapi, kalau orang Batak seperti saya, yang sudah lama di Jawa, akan beda menguncapkannya.”
Lho, di mana pula letak perbedaannya, Bah? “Ya, orang Batak yang lama di Jawa seperti saya ini akan mengatakan horaaa…s,” ujar Akbar dengan nada lembut.
Humor Gusdur : Semua Presiden Punya Penyakit Gila
Kelihaian Gus Dur dalam melakukan serangan politik sambil berkelit dengan mengundang senyum geli memang tak diragukan lagi.
Serangan atau kelitan poitik Gus Dur kerap mengundang tawa geli karena selain sangat keras juga lucu. Dia memang dikenal sebagai penyaji humor politik tingkat tinggi.
Kita masih ingat humor politik Gus Dur yang dilempar kepada Presiden Kuba Fidel Castro. Ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Kuba, Gus Dur memancing tawa saat menyelingi pembicaraannya dengan Castro bahwa semua presiden Indonesia
punya penyakit gila.
Presiden pertama Bung Karno gila wanita, presiden kedua Soeharto gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila ilmu, sedangkan Gus Dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat orang gila karena yang memilihnya juga orang-orang gila.
Sebelum tawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya. “Yang Mulia Presiden Castro termasuk yang mana?” Castro menjawab sambil tetap tertawa, “Saya termasuk yang ketiga dan keempat.”
Apa selesai sampai di situ? Tidak. Ketika mengunjungi Habibie di Jerman, oleh orang dekat Habibie, Gus Dur diminta mengulangi cerita lucunya dengan Castro itu. Merasa tak enak untuk menyebut Habibie benar-benar gila atau gila beneran, Gus Dur memodifikasi cerita tersebut. Kepada Habibie, dia mengatakan, dirinya bercerita kepada Castro bahwa presiden Indonesia hebat-hebat.
Kata Gus Dur, Presiden Soekarno negarawan, Presiden Soeharto seorang hartawan, Presiden Habibie ilmuwan, sedangkan Gus Dur wisatawan.
Selain menghindari menyebut Habibie benar-benar gila, jawaban itu sekaligus merupakan jawaban Gus Dur yang bersahabat atas kritik bahwa dirinya sebagai presiden banyak pergi ke luar negeri seperti berwisata saja.
Humor Gusdur : Bukan Saya
Di sebuah sekolah dasar di Los Palos, Timtim, seorang sersan kepala yang galak jadi guru pengganti. Kali ini dia mengajarkan sejarah kemerdekaan RI untuk anak-anak kelas III. Untuk menguji daya tangkap para muridnya, ia bertanya dengan suara keras, “Coba, siapa yang menurunkan bendera merah, putih, biru, di Hotel Oranye Surabaya?”
Murid-murid yang terlanjur dicekam rasa ketakutan serentak menjawab, “Bukan saya, Pak. Jangan tangkap saya!”
Humor Gusdur : Sopir Metromini dan Juru Dakwah
Di pintu akherat seorang malaikat menanyai seorang sopir Metro Mini. “Apa kerjamu selama di dunia?” tanya malaikat itu.
“Saya sopir Metro Mini, Pak.” Lalu malaikat itu memberikan kamar yang mewah untuk sopir Metro tersebut dan peralatan yang terbuat dari emas.
Lalu datang Gus Dur dengan dituntun ajudannya yang setia. “Apa kerja kamu di dunia?” tanya malaikat kepada Gus Dur.
“Saya mantan presiden dan juga juru dakwah Pak…” lalu malaikat itu memberikan kamar yang kecil dan peralatan dari kayu. Melihat itu Gus Dur protes.
“Pak kenapa kok saya yang mantan presiden sekaligus juru dakwah mendapatkan yang lebih rendah dari seorang sopir Metro..?” Dengan tenang malaikat itu menjawab: “Begini Pak… Pada saat Bapak ceramah, Bapak membuat orang-orang semua ngantuk dan tertidur… sehingga melupakan Tuhan. Sedangkan pada saat sopir Metro Mini mengemudi dengan ngebut, ia membuat orang-orang berdoa ….”
Humor Gusdur : Soeharto Pilih NU ‘Diskon’
Suatu hari, di bulan Ramadan, Gus Dur bersama seorang kiai lain (kiai Asrowi) pernah diundang ke kediaman mantan presiden Soeharto untuk buka bersama.
Setelah buka, kemudian salat Maghrib berjamaah. Setelah minum kopi, teh dan makan, terjadilah dialog antara Soeharto dan Gus Dur.
Soeharto: “Gus Dur sampai malam di sini?”
Gus Dur: “Engga Pak! Saya harus segera pergi ke ‘tempat lain’.”
Soeharto: “Oh iya ya ya… silaken. Tapi kiainya kan ditinggal di sini ya?”
Gus Dur: “Oh, iya Pak! Tapi harus ada penjelasan.”
Soeharto: “Penjelasan apa?”
Gus Dur: “Salat Tarawihnya nanti itu ‘ngikutin’ NU lama atau NU baru?”
Soeharto jadi bingung, baru kali ini dia mendengar ada NU lama dan NU baru. Kemudian dia bertanya.
Soeharto: “Lho NU lama dan NU baru apa bedanya?”
Gus Dur: ” Kalau NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23 rakaat.”
Soeharto: “Oh iya iya ya ya… ga apa-apa….”
Gus Dur sementara diam.
Soeharto: “Lha kalau NU baru?”
Gus Dur: “Diskon 60% !”
Hahahahahaha…. (Gus Dur, Soeharto, dan orang-orang yang mendengar dialog tersebut pun tertawa.)
Gus Dur: “Ya, jadi salat Tarawih dan Witirnya cuma tinggal 11 rakaat.”
Soeharto: “Ya sudah, saya ikut NU baru aja, pinggang saya sakit.” (mbs)
Humor Gusdur : Pasar Glodok
Suatu hari Gus Dur berkeliling dunia dengan naik pesawat. Dia mengundang Clinton dan Hosni Mubarak untuk menyertainya. Ketika di tengah perjalanan, Clinton memamerkan kebanggaan negerinya.
“Wah, kita sedang berada di New York!”
“Loh kok bisa tahu?” tanya Gus Dur
“Ini patung Liberty kepegang sama saya,” jawab Clinton.
Kemudian selang beberapa lama giliran Mubarak yang angkat bicara
“Sekarang kita berada di Mesir,” ujarnya
“Loh kok bisa tahu?” tanya Gus Dur
“Ini piramidnya nyentuh bokong saya,” jawab Mubarak.
Akhirnya Gus Dur pun tidak mau kalah dan angkat bicara
“Sekarang kita sudah tiba di Pasar Glodok, Indonesia!” ujarnya
“Bagaimana Anda bisa tahu?” tanya Clinton dan Mubarak bersamaan
“Ini buktinya, jam tangan saya hilang,” ujar Gus Dur.

Humor Gusdur : Ngebor Kebanyakan
“Mengapa muncul bencana lumpur dan gas panas di Sidoarjo?” tanya Gus Dur.
“Ngebornya La Pindo, jadi jebol. Kalau La Pisan mungkin aman. Dalam bahasa Jawa Timuran Pindo kan dua kali, Pisan, sekali,” kata Gus Dur menjawab pertanyaannya sendiri.
Humor Gusdur : Iklan Gratis
handoyo ‘Gus Pur’ epigon Gus Dur bernafas lega ketika dipertemukan dengan tokoh aslinya yaitu Gus Dur, saat program Kick Andy yang diputar di Metro TV, Kamis 15/11/2007.
“Apakah Handoyo pernah minta ijin langsung kepada Anda untuk menjadi Gus Dur dalam Republik Mimpi?” tanya Andy F. Noya, host program itu, kepada Gus Dur.
“Abis gimana lagi, yah anggep saja sudah,” jawab Gus Dur enteng.
Dalam kesempatan itu, Gus Dur mengaku senang dengan adanya tokoh Gus Pur dalam parodi politik itu. “Itung-itung advertensi (iklan) gratis,” katanya disambut gelak tawa penonton.
Bahkan ketika ditanya lebih ganteng siapa antara Gus Dur dan Gus Pur. Gus Dur mengatakan Handoyo seperti iklan film foto yang bermoto ‘seindah warna aslinya’, tapi Gus Dur memplesetkannya menjadi, “lebih indah dari warna aslinya,” kata Gus Dur.
Humor Gusdur : Dicium Artis Cantik
Magnet sense of humor Gus Dur yang tinggi membuat kesengsem salah satu artis cantik saat hadir dalam suatu acara di rumah salah seorang pengasuh Pondok Kajen. Saking gemesnya, artis itu dengan santai langsung ngesun (mencium) pipi Gus Dur tanpa pake permisi.
Jelas beberapa di antara mereka yang hadir langsung dibikin kaget dan bingung. Siapa yang kuat ngeliat kiat nyentrik cuma diem aja disun (dicium) artis cantik.
Tak lama kemudian begitu sudah agak sepi, Gus Mus yang sedang di antara mereka, langsung numpahin sederet kalimat yang sudah dari tadi cuma bisa disimpan dalam hati.
“Loh Gus, Kok Gus Dur diam saja sih disun sama perempuan?’
Dengan santai dan silakan bayangin sendiri gayanya, Gus Dur malah ngasih jawaban sepele.
“Lha wong saya kan nggak bisa lihat. Ya mbok sampeyan jangan pengen.”
Humor Gusdur : Tuhan Tak Perlu Dibela
Saat kebanyakan orang saling menunjukkan diri sebagai ‘pihak yang paling garang’ dan ‘paling ngotot’ mengatakan diri mereka adalah sedang dalam perlawanan membela agama Tuhan. Jelas ini adalah sikap yang lagi-lagi gegabah.
“Tuhan nggak perlu dibela,” jawaban Gus Dur kala itu. Karuan saja omongan itu juga menimbulkan kontroversi. Hingga akhirnya teman Gus Dur, KH Mustafa Bisri pun ikut angkat bicara.
“Tuhan itu sebenarnya nggak butuh kita. Kalau se-Indonesia ini mau jadi kafir semua, Tuhan juga nggak akan bermasalah,” sambung Gus Mus menguatkan pernyataan Gus Dur
Humor Gusdur : Maju Aja Dituntun, Apalagi Mundur
Dur dalam berbagai kesempatan selalu berkata jujur. Akibat kejujurannya itu, kadang kala disertai humor “tingkat tinggi” yang membuat para pendengarnya tergelak.
Salah satu contohnya kala Gus Dur menanggapi berbagai desakan agar dirinya mundur. Tanpa basa-basi dia pun menimpali.
“Maju aja masih harus dituntun, apalagi mundur,” ujar Gus Dur
Humor Gusdur : Presiden Wisatawan
Teladan yang diberikan Gus Dur sangat banyak. Misalnya saja saat memberikan pidato di Jerman yang ikut serta mantan Presiden Indonesia BJ Habibie. Di situ Gus Dur runtut menyebutkan status kepresidenan dari masa Pak Karno sampai dirinya.
“Pak Karno itu presiden yang negarawan, Pak Harto hartawan, Pak Habibie, sedang saya sendiri Wisatawan,” ujar Gus Dur jujur.
Pernyataan Gus Dur itu mungkin untuk menanggapi berbagai pernyataan bahwa selama dia menjabat presiden gemar melancong/kunjungan ke luar negeri
Humor Gusdur : Pikiran p o r n o
Dalam suatu kesempatan Gus Dur mengeluarkan sebuah pernyataan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menghina. Namun dengan itu bagian dari upaya Gus Dur menyampaikan joke.
“Alquran itu kita suci yang paling p o r n o. Ya kan bener, di dalamnya ada kalimat menyusui. Berarti mengeluarkan tetek. Ya udah, cabul kan?”
Mungkin dengan hanya kalimat guyonan itu sebagian masih ada yang merasa diresahkan. Masa sih ulama yang terkenal wali kaya gitu? Maka, di lain waktu Gus Dur mengulangi penjelasannya dengan memilih bahasa yang lebih sopan.
“Maksudnya, itu ayat jadi por no kalau yang baca lagi punya pikiran yang ngeres. Kalau nggak, ya udah. Berarti beres.”
Masih nggak puas. Karenanya pertanyaan berikutnya segera menyusul. “Tapi Gus, Alquran kan bahasanya sopan?”
“Betul, juga bahasa di luar Alquran banyak yang sopan. Tapi, waktu teman saya naik bus, lihat orang lagi bunting. Terus dia mbatin kenapa bisa bunting? Mendadak ‘barangnya’ (alat kelaminnya) berdiri gara-gara pikirannya itu,” jawab Gus Dur.
Ya, begitulah Gus Dur
Humor Gusdur : Olimpiade
Hampir tak ada negara yang rela ketinggalan mengikuti Olimpiade . Acara empat tahunan itu merupakan salah satu cara promosi negara masing-masing. Dan tentu saja , peristiwa ini juga sangat bergengsi karena acara ini diliput oleh semua media massa negara peserta. Wajarlah kalau setiap negara berusaha mengirimkan atlet terbaiknya, dengan harapan mereka bisa mendapatkan emas. Begitulah sambutan Gus Dur saat melepas tim Indonesia ke Olimpiade Sidney yang baru lalu.
Gus Dur lalu bercerita tentang peristiwa yang pernah terjadi di Suriah. Pada waktu Olimpiade beberapa tahun yang lalu, tuturnya, kebetulan pelari asal Suriah merebut medali emas. Sang pelari mampu memecahkan rekor tercepat dari pemenang sebelumnya, bahkan selisih waktunya pun terpaut jauh.
Maka, dia langsung dikerubuti wartawan karena punya nilai berita yang sangat tinggi.
“Apa sih rahasia kemenangan anda?” tanya wartawan.
“Mudah saja,” jawab si pelari Suriah, enteng, “Tiap kali bersiap-siap akan start, saya membayangkan ada serdadu Israel di belakang saya yang mau menembak saya.”
Ini cerita Gus Dur tentang situasi Rusia, tidak lama setelah bubarnya Uni Soviet. Sosialisme hancur, dan para birokrat tidak punya pengalaman mengelola sistem ekonomi pasar bebas. Di masa sosialisme, memang rakyat sering antre untuk mendapatkan macam-macam kebutuhan pokok, tapi manajemennya rapi, sehingga semua orang kebagian jatah. Sekarang, masyarakat tetap harus antre, tapi karena manejemennya jelek, antrean umumnya sangat panjang, dan banyak orang yang tidak kebagian jatah.
Begitulah, seorang aktivis sosial berkeliling kota Moskow untuk mengamati bagaimana sistem baru itu bekerja. Di sebuah antrean roti, setelah melihat banyaknya orang yang tidak kebagian, aktivis itu menulis di buku catatannya, “roti habis.”
Lalu dia pergi ke antrean bahan bakar. Lebih banyak lagi yang tak kebagian. Dan dia mencatat “bahan bakar habis!”, kemudian dia menuju ke antrean sabun. Wah pemerintah kapitalis baru ini betul-betul brengsek, banyak sekali masyarakat yang tidak mendapat jatah sabun. Dia menulis besar-besar “SABUN HABIS!”.
Tanpa dia sadari, dia diikuti oleh seorang intel KGB. Ketika dia akan meninggalkan antrean sabun itu, si intel menegur “Hey bung! dari tadi kamu sibuk mencatat-catat terus, apa sih yang kamu catat?”.
Sang aktivis menceritakan bahwa dia sedang melakukan penelitian tentang kemampuan pemerintah dalam mendistribusikan barang bagi rakyat .
“Untung kamu ya, sekarang sudah jaman reformasi”, ujar sang intel, “Kalau dulu, kamu sudah ditembak”.
Sambil melangkah pergi, aktivis itu mencatat, “Peluru juga habis!
Humor Gusdur : Salad
Gus Dur nggak mati akal kalau urusan melucu. Bahkan, guyonan Gus Dur pun juga diucapkan dalam bahasa asing. Suatu ketika Gus Dur bercerita tentang ada seorang pejabat negara ini yang diundang ke luar negeri.
Dia lalu mengisahkan seorang istri pejabat Indonesia yang dijamu makan malam dalam sebuah kunjungan ke luar negeri.
Dalam kesempatan itu, kata Gus Dur, si nyonya pejabat ditawarkan makanan pembuka oleh seorang pramusaji, “you like salad, madame?”
“Oh sure, I like Salat five time a day. Shubuh, Dzuhur, Asyar, Maghrib and Isya,” jawab si Nyonya percaya diri.
Humor Gusdur : Derajad Sopir Angkot di atas Pak Kyai
Di pintu akherat seorang malaikat menanyai seorang sopir Metro Mini. “Apa kerjamu selama di dunia?” tanya malaikat itu.
“Saya sopir Metro Mini, Pak.” lalu malaikat itu memberikan kamar yang mewah untuk sopir Metro tersebut dan peralatan yang terbuat dari emas.
Lalu datang Gus Dur dengan dituntutn ajudannya yang setia.
“Apa kerja kamu di dunia?” tanya malaikat kepada Gus Dur.
“Saya presiden dan juga juru dakwah Pak…” lalu malaikat itu memberikan kamar yang kecil dan peralatan dari kayu. Melihat itu Gus Dur protes.
“Pak kenapa kok saya yang presiden sekaligus juru dakwah mendapatkan yang lebih rendah dari seorang sopir Metro..?” Dengan tenang malaikat itu menjawab: “Begini Pak… Pada saat Bapak ceramah, Bapak membuat orang-orang semua ngantuk dan tertidur… sehingga melupakan Tuhan. Sedangkan pada saat sopir Metro Mini mengemudi dengan ngebut, ia membuat orang-orang berdoa…”
Humor Gusdur : Membayangkan Serdadu Israel
Hampir tak ada negara yang rela ketinggalan mengikuti olimpiade. Acara empat tahunan itu merupakan salah satu cara promosi negara masing-masing. Dan tentu saja, peristiwa ini juga sangat bergengsi karena acara ini diliput oleh media massa semua negara peserta.
Wajarlah kalau setiap negara berusaha mengirimkan atlet terbaiknya, dengan harapan mereka bisa mendapat medali emas. Begitulah sambutan Presiden Gus Dur saat melepas tim Indonesia ke Olimpiade Sydney kala itu.
Gus Dur lalu bercerita tentang peristiwa yang pernah terjadi di Suriah. Pada waktu Olimpiade beberapa tahun lalu, tuturnya, kebertulan pelari asal Suriah memeperoleh medali emas. Sang pelari mampu memecahkan rekor tercepat dari pemenang sebelumnya. Bahkan selisih waktunya pun terpaut jauh.
Maka, ia langsung dikerubuti para wartawan karena punya nilai berita yang sangat tinggi. “Apa sih rahasia kemenangan Anda? tanya wartawan.
“Mudah saja” jawab si pelari Suriah, enteng. “Tiap kali bersiap-siap akan mulai, saya membayangkan ada serdadu Israel di belakang saya yang akan menembak saya.”
Humor Gusdur : Gus Dur Ngelu
“Saya mau bertanya sama Pak Permadi dan para hadirin.” kata Sutradara Film Garin Nugroho dalam wayangan. Biasanya, tokoh-tokoh baik itu kalau situasinya susah pada berubah semua. Petruk misalnya, ketika mau jadi raja tiba-tiba berubah wataknya.
Permadi yang ditanya Gus Dur yang mnejawab. Ia membenarkan bahwa watak Petruk berubah ketika ia mau menjadi raja. “Makanya, kalau mencari pemimpin mestinya yang tak gampang berubah,” tambah Gus Dur.
“Kalau menurut Pak Permadi, Gus Dur itu berubah tidak? celetuk seorang hadirin.
“Ya, agak berubah,” jawab Permadi.
“Misalnya dalam hal apa?”
“Misalnya, kalau dulu Gus Dur itu masih suka kumpul-kumpul dengan saya, sekarang hampir tidak pernah lagi.”
“Kalau itu sih sebabnya sederhana,” sahut Gus Dur.
“Sederhana bagaimana Gus?” kejar hadirin.
“Ngelu (pusing).”
Humor Gusdur : Anggur Mukti Ali
Pada kunjungan keliling Eropa bulan Februari 2000, Gus Dur ketemu para kepala negara/pemerintahan. Dia antara lain ketemu Presiden Perancis Jacques Chirac. Untuk mencairkan suasana, seperti biasa, dia memasang jurus ampuhnya: humor. Dan tentu saja guyonan yang dipilihnya adalah sedikit banyak ada sangkutannya dengan tuan rumah.
Menurut Gus Dur, pada tahun 1970-an di Indonesia mulai diupayakan dialog antaragama. Penggagasnya adalah Prof Mukti Ali, waktu itu menteri agama.
“Saya sangat setuju dengan prinsipnya, tapi tidak setuju dengan contoh yang diberikan Mukti Ali,” ujar Gus Dur.
“Mengapa?” tanya Presiden Chirac, mulai heran.
“Menurut Mukti Ali, semua agama itu sama saja; sama bagusnya, sama luhurnya. Ini saya setuju. Tapi dia memberi contoh dengan menyebut anggur. Ini saya tidak setuju. Sebabm, kata Mukti Ali, agama-agama itu seperti anggur. Bisa dimasukkan ke gelas yang pendek, yang lonjong, yang bulat dan sebagainya, tapi isinya sama saja; anggur.”
“Lho, mengapa Anda tidak setuju?” tanya Chirac, belum paham juga.
“Sebab anggur itu macam-macam, wadahnya juga macam-macam. Tidak bisa sembarangan.”
“Ya, betul, betul,” kata Chirac sambil tertawa. “Saya tahu benar tentang hal itu sebab saya orang Prancis.”
Humor Gusdur : Kayak Digigit Semut
Ketika menunggu giliran di ruang tungngu pasien, seorang pria remaja berumur 13 tahun bertanya kepada bapaknya, “Paka! kalau kita disuntik itu, sakit ya, Pak?”
“Oh, tentu saja tidak Nak! Kalau kita disuntik itu, rasanya seperti digigit semut!”
Beberapa saat kemudian, tibalah saatny si anak remaja ini masuk ke kamar periksa tanpa mau diantar bapaknya setelah ia mengetahui kalau disuntik itu rasanya seperti digigit semut.
Lima menit kemudian, si Bapak yang menunggu di ruang tunggu pasien ini terkejut mendengar jeritan sang dokter yang kemudian disusul jeritan anaknya. Setelah pintu kamar periksa dibuka, dilihatnya anaknya yang berjalan pincang dengan pahanya yang biru bengkak, dan mata sang dokter pun juga membengkak.
“Lho! Anak saya ini kenapa, Dok? Kok, jalannya pincang begini?” tanya si Ayah kepada sang dokter.
“Begini, Pak,” papar sang dokter, “Ketika anak bapak ini mau saya suntik, tiba-tiba dia meronta-ronta kemudian mata saya dipukul oleh dia, dan …”
“Bapak bohong!!!” protes anak remaja itu kepada bapaknya, “Bapak bilang kalau disuntik itu rasanya seperti digigit semut, ternyata, seperti digigit buaya! Buktinya, lihat ini! bekas gigitannya!”
Humor Gusdur : Siapa Lebih dekat dengan Tuhan
Perbedaan dalam berbagai hal termasuk aliran dan agama, kata mantan Presiden RI ini, sebaiknya diterima karena itu bukan sesuatu masalah.
Jika sudah bisa menerima perbedaan maka akan lebih terbuka dalam berdialog, bahkan kata Gus Dur, lahir lelucon seperti yang dilontarkan seorang kyai, bhiksu, dan pendeta.
“Pendeta mengatakan; Kami dekat sekali dengan Tuhan. Jadi kami memangil Tuhan Anak, Tuhan Bapak. Si bhiksu menimpali; Kami juga dekat. Bukan manggil Bapak, tapi Om. Lha bagaimana dengan Anda, pak kyai? Pak Kyai menjawab; Boro-boro deket, manggil-nya aja mesti pake menara,” urai Gus Dur diiringi tawa seisi ruangan.
Humor Gusdur : Mana Kuli Mana Kyai ???
Rombongan jamaah haji NU dari Tegal tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Arab Saudi. Langsung saja kuli-kuli dari Yaman berebutan untuk mengangkut barang-barang yang mereka bawa. Akibatnya, dua orang di antara kuli-kuli itu terlibat percekcokan serius dalam bahasa Arab.
Melihat itu, rombongan jamaah haji tersebut spontan merubung mereka, sambil berucap: Amin, Amin, Amin!
Gus Dur yang sedang berada di bandara itu menghampiri mereka: “Lho kenapa Anda berkerumun di sini?”
“Mereka terlihat sangat fasih berdoa, apalagi pakai serban, mereka itu pasti kyai.”
Politik Humor Gus Dur
Oleh Moh. Mahfud M.D.
Seorang pejabat tinggi, sebut saja si Fulan, merasa deg-degan dicap sebagai
koruptor oleh Gus Dur. Sebab, Gus Dur mengatakan bahwa perbuatan tertentu yang
dilakukan si Fulan tak bisa lain kecuali diartikan korupsi. “Dibolak-balik
bagaimanapun, itu adalah korupsi. Titik,” kata Gus Dur.
Mungkin atas permintaan si Fulan atau diimbau orang lain, salah seorang yang
dekat dengan Gus Dur meminta agar Gus Dur tak lagi menyerang si Fulan, apalagi
dengan tuduhan korupsi. Si Fulan dalam kasus itu sama sekali tak melakukan
korupsi, melainkan sekadar meneruskan secara resmi sebuah permohonan. Apalagi,
ada yang memalsukan susbtansi persoalannya. Gus Dur pun setuju untuk tak lagi
mengatakan si Fulan korupsi
Tetapi besoknya, Gus Dur bilang si Fulan itu tergolong teroris karena ikut
mendalangi beberapa kerusuhan. Ketika ditanya mengapa masih menyerang si Fulan,
padahal sudah menyatakan tak akan menyerangnya lagi, Gus Dur pun menjawab bahwa
dirinya sudah memenuhi janji untuk tidak lagi mengatakan si Fulan korupsi.
“Saya tadi kan tak bilang dia korupsi, saya hanya bilang teroris,” jawabnya
enteng.
***
Cerita tersebut menunjukkan kelihaian Gus Dur melakukan serangan politik sambil
berkelit dengan mengundang senyum geli. Serangan atau kelitan poitik Gus Dur
kerap mengundang tawa geli karena selain sangat keras juga lucu. Dia memang
dikenal sebagai penyaji humor politik tingkat tinggi.
Kita masih ingat humor politik Gus Dur yang dilempar kepada Presiden Kuba Fidel
Castro. Ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Kuba, Gus Dur memancing tawa
saat menyelingi pembicaraannya dengan Castro bahwa semua presiden Indonesia
punya penyakit gila. Presiden pertama Bung Karno gila wanita, presiden kedua
Soeharto gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila alias gila
beneran, sedangkan Gus Dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat
orang gila karena yang memilihnya juga orang-orang gila.
Sebelum tawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya. “Yang Mulia Presiden
Castro termasuk yang mana?” Castro menjawab sambil tetap tertawa, “Saya
termasuk yang ketiga dan keempat.”
Apa selesai sampai di situ? Tidak. Ketika mengunjungi Habibie di Jerman, oleh
orang dekat Habibie Gus Dur diminta mengulangi cerita lucunya dengan Castro
itu. Merasa tak enak untuk menyebut Habibie benar-benar gila atau gila beneran,
Gus Dur memodifikasi cerita tersebut. Kepada Habibie, dia mengatakan, dirinya
bercerita kepada Castro bahwa presiden Indonesia hebat-hebat.
Kata Gus Dur, Presiden Soekarno negarawan, Presiden Soeharto seorang hartawan,
Presiden Habibie ilmuwan, sedangkan Gus Dur wisatawan.
Selain menghindari menyebut Habibie benar-benar gila, jawaban itu sekaligus
merupakan jawaban Gus Dur yang bersahabat atas kritik bahwa dirinya sebagai
presiden banyak pergi ke luar negeri seperti berwisata saja.
Gus Dur memang sangat humoris. Bahkan, pelawak-pelawak Srimulat jadi kelabakan
jika beradu lucu dengan Gus Dur. Suatu saat, Tarzan Srimulat dan kawan-kawan
mengaku kehabisan bahan untuk melucu karena acaranya didahului dengan sambutan
Gus Dur yang sangat lucu. Dalam melucu, Gus Dur tak jarang memulai dengan
menertawai dirinya sendiri sehingga orang lain tak tersinggung.
Ketika berceramah di depan kerumunan massa, misalnya, Gus Dur mengajak massa
untuk membaca salawat bersama-sama dengan suara keras. Setelah itu, dia
mengatakan, selain mencari pahala, ajakan membaca salawat tersebut adalah untuk
mengetahui berapa banyak orang yang hadir.
“Dengan lantunan salawat tadi, saya jadi tahu berapa banyak yang hadir di sini.
Habis, saya tak bisa melihat. Jadi, untuk tahu besarnya yang hadir, ya dari
suara salawat saja,” jelasnya.
Tapi, humor dan kelitan Gus Dur bukan sekadar lucu-lucuan. Ketika pada
1998/1999 terjadi kontroversi panas mengenai wacana negara kesatuan dan negara
federal, Gus Dur menawarkan solusi agak lucu tetapi mengena. Ketika itu, Amien
Rais dengan bendera PAN mengajak kita berwacana atau memikirkan kemungkinan
Indonesia menjadi negara federal. Menurut Amien, negara federal bisa lebih
demokratis diterapkan di negara sebesar Indonesia.
Ajakan itu kontan mendapat tanggapan panas, misalnya, dari Akbar Tandjung
(Golkar) dan Megawati (PDIP). Amien diserang habis karena dianggap mau merusak
keutuhan dan persatuan bangsa dan negara.
Ketika ditanya soal kontroversi itu, Gus Dur mengatakan, negara federal baik
karena menjamin lebih demokratis, sedangkan negara kesatuan baik karena lebih
menjamin keutuhan bangsa.
“Kalau saya begini saja, namanya tetap negara kesatuan, tapi isinya pakai
negara federal. Gitu saja kok repot,” kata Gus Dur dalam wawancara eksklusif
dengan RCTI.
***
Entah kebetulan, entak tidak, sesudah itu Amien menarik gagasannya soal wacana negara federal karena banyak yang belum paham. Kata Amien, yang penting lebih demokratis. Kalau nama federal tak diterima, ya sudah. Hebatnya lagi, UU No 22/1999 (kemudian diubah dengan UU No 32/2004) tentang Pemerintah Daerah tetap menganut negara kesatuan, tetapi isinya meniru negara federal. Dalam UU tersebut, pemerintah pusat hanya diberikan urusan-urusan yang biasa dimiliki negara federal, yaitu keuangan, hubungan luar negeri, hankam, dan peradilan (kemudian ditambah dengan urusan agama).
Saat ini, Gus Dur dirawat di rumah sakit. Tapi, media massa memberitakan bahwa dari tempat perawatannya di RSCM Gus Dur masih terus melontarkan humor-humor politik yang menyegarkan. Humor bagi Gus Dur adalah vitamin yang menyehatkan.Moh. Mahfud M.D., menteri pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid, kini anggota DPR-RI dari PKB
Silahkan menikmati, saya akan mencoba melengkapi kumpulan humor Gusdur, sambil update bekasi bersih partisipasi blogger. Salam
Setelah Berpetualang menemui Megawati, presiden Habibie dan mantan presiden Soeharto, kini Gusdur menemui Jaya Suprana untuk mengemukakan lawakannya, rencananya akan ditayangkan di TPI bulan depan.

" Komentar Gusdur terhadap Tiga Presiden RI ".
Negara kita ini aneh, selalu dipimpin oleh orang " gila ",

Presiden Pertama : Gila Wanita.
Presiden Kedua : Gila Harta.
Presiden Ketiga : Gila Sungguhan.
[sumber : Suara Merdeka 16/1/99].

Sekarang Komentar Parto tentang " Komentar Gusdur terhadap Tiga Presiden RI ".

Saya ibaratkan yang mana Gusdur adalah ibarat orang buta yang mengenal Gajah.

Presiden pertama : Gusdur kenal gajah,hanya bagian belalainya yang panjang, Gusdur berpikir pasti ini Hidung belang, gila wanita.

Presiden kedua : Gusdur kenal gajah,hanya bagian perutnya yang besar, Gusdur berpikir pasti ini penimbun makanan, Gila harta.

Presiden ketiga : Gusdur kenal gajah, anak gajah yang baru lahir, Gusdur berpikir, kecil begini sudah jadi presiden, pasti kalau nggak jenius, ya gila beneran. Dan Gusdur menilainya gila beneran.

" Sekarang giliran anda mengomentari Parto . . "

Parto adalah daripada yang mana pelawak yang . . . dan . . . . serta . . . . titik.

Popular Posts

Tukeran Link

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons